peran wanita, bahkan keberadaan tolok ukur keberhasilan negara dilihat dari wanitanya, jika baik, maka negara akan baik. Sebaliknya, jika wanita tidak bertindak dengan baik maka negara akan hancur. Islam pun menaruh perhatian yang sangat besar terhadap wanita dan menjunjung tinggi harkat dan martabatnya sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam perspektif Islam, wanita memiliki peran dan fungsi dalam kehidupan baik sebagai diri pribadi, istri, ibu, dan anggota masyarakat.
Wanita muslimah memiliki potensi dan kemampuan yang berpengaruh besar dalam pembentukan warna dan corak generasi umat Islam di masa datang. Islam menegaskan bahwa identitas bangsa memiliki hubungan dekat denganPara ulama besar rata-rata diasuh oleh ibu yang luar biasa, karena ibu adalah madrasah, pendidik pertama dan utama. Ibu memiliki peran besar dalam membentuk watak, karakter, sikap, kepribadian, perilaku dan pengetahuan seseorang. Syaikh Dr. Muhammad Al-Arifi menegaskan dalam ceramahnya yang berjudul Mas'uliyatur Rajuli Fi Usratihi bahwa meskipun ayah sebagai imam (pemimpin) dalam keluarga, namun masalah tarbiyah (pendidikan) ibu sering kali yang lebih berperan dalam mendidik karena intensitas pertemuan dengan anak lebih sering. Begitu juga tabiat ibu yang lembut dan penuh kasih sayang membuatnya lebih dekat di hati anak daripada ayah yang cenderung kaku dan tegas.Â
Selain itu, seorang ibu dalam Islam juga diharapkan dapat menekuni aktivitas dakwah sesuai yang telah diperintahkan oleh Islam. Persoalan dakwah bukan hanya tugas kaum lelaki, persoalan yang melingkupi kaum wanita juga tidak kalah kompleks. Bahkan banyak persoalan wanita yang tidak dapat dikomunikasikan dan diatasi kecuali oleh wanita itu sendiri. Banyak masalah yang sebenarnya lebih tepat jika diurus oleh wanita, namun kenyataannya masih diurus oleh kaum lelaki. Banyak majelis taklim kaum ibu bertebaran, namun guru yang membimbingnya didominasi oleh laki-laki. Begitu pula di dunia pendidikan, khususnya untuk perempuan.Â
Seperti adanya pondok pesantren putri yang menuntut para wanita muslimah untuk mengambil peran yang signifikan. Sebaiknya siswi muslimah diajar oleh guru perempuan, selama guru perempuan tersebut kapabel. Tidak diragukan lagi, guru perempuan lebih mampu memahami tabiat anak perempuan dan lebih mampu menjawab banyak pertanyaan perempuan yang terkadang tidak berani dijawab oleh guru laki-laki.Â
Pro dan kontra terjadi di masyarakat tentang peran ganda wanita sebagai ibu rumah tangga sekaligus guru, urgensi guru wanita hingga dampak yang ditimbulkan dari adanya wanita menjadi guru. Masyarakat mulai membuka diri untuk guru wanita dengan mengatakan bahwa guru wanita diperbolehkan oleh agama selama tidak melanggar fitrah sebagai wanita.Â
Namun sebagian orang merasa khawatir terhadap guru wanita, karena dalam banyak kasus guru wanita seringkali tidak dapat menyeimbangkan antara perannya di dalam rumah dan di luar rumah yang pada akhirnya berdampak pada kegagalan di dalam salah satu peran tersebut, atau bahkan kedua-duanya. Apabila kondisi ini terjadi dalam waktu yang lama, maka akan menimbulkan konflik keluarga berupa persoalan pengasuhan anak, pekerjaan rumah tangga dan minimnya interaksi dalam rumah tangga.
Sehingga memilih menjadi wanita yang memiliki peran ganda sebagai ibu rumah tangga sekaligus guru wanita diperbolehkan oleh agama selama tidak melanggar syari'at, tanpa melanggar fitrah sebagai wanita, tanpa harus mempertaruhkan martabatnya dan tidak mengganggu tugasnya dalam rumah tangga. Beberapa solusi dalam menanggulangi dampak peran ganda wanita berupa konflik keluarga tersebut, diantaranya: menjadikan Al-Quran sebagai pondasi rumah tangga, zikir dan doa, muhasabah diri, membuat skala prioritas amal dan manajemen waktu, dan komunikasi. Wallahu A'lam Bishowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H