Mohon tunggu...
Fini RosyidatunNisa
Fini RosyidatunNisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Hobby saya adalah membaca, menulis, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menantang Batin (Part: 04)

5 Februari 2023   07:51 Diperbarui: 5 Februari 2023   07:57 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sesakit itu, ilustrasi gambar: palembang.tribunnews.com

            Kehidupan Atin terlalu keras. Ketika teman-teman yang lain menikmati masa-masa bermain, bergaul, dan bersenang-senang. Atin harus bekerja demi membiayai sekolahnya. Kemana lagi Atin berharap? Sedangkan kakak perempuan yang ke-2 sudah pergi merantau ke Jepara ikut suaminya. Nenek Atin pun semakin tua, gantian sekarang beliau mengurus adik Atin yang masih kecil.

            Sesulit apapun kondisi Atin waktu itu, ia masih mampu tersenyum dan menikmati. Sampai masa SMP berakhir Atin kebingungan, kemana ia akan melanjutkan. Ibu yang mungkin bisa membantu memberikan pilihan, kondisinya sedang tidak sehat secara mental. Ibu Atin depresi bahkan dibilang gila oleh para tetangga. Nyatanya pasca harta ayah Atin habis, sang ibu diantar pulang oleh pihak rumah sakit jiwa karena tidak mampu lagi membayar. Selain mengurus diri sendiri, Atin harus melayani ibu. Seringkali di rumah ibu Atin teriak-teriak tidak sadarkan diri, berbicara  panjang lebar, menangis tidak berhenti dan sudah tidak mampu diajak bercengkrama layaknya orang sehat.

            Kehidupan Atin menjadi berbeda ketika......

            Kapan hari Atin tidak sengaja mendengarkan short vidio di aplikasi tik-tok, sebuah ceramah dari seorang ustadz kondang. Entah mengapa setelah itu, Atin sangat berkeinginan memperbaiki diri dengan masuk ke sebuah pesantren. Tentunya Atin juga menyadari jika hal tersebut adalah sebatas mimpi.

             Ternyata masih ada cerita haru yang membawa Atin bertemu dengan ku di sebuah pesantren tempat aku bertugas KKN. Harapan Atin terkabul, tapi problematikanya terus menghujam dada. Dikira di pesantren bisa belajar dengan nyaman, tapi Atin harus melawan kenangan buruk masa lalu yang sulit dilupakan. Dan ketika takdir ini mengajariku arti bersyukur, aku mengadukan perjalanan hidup Atin kepada salah seorang ustadz. Aku mengusulkan agar ia diganti namanya, tidak lagi "Prihatin". Tetap bisa dipanggi Atin, dengan nama panjang yang berbeda, "Atin Sa'adah" mungkin, yang artinya "Atin Bahagia". 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun