Di bawah redupnya lampu, di malam yang hening dan cuaca yang dingin mengingatkan ku kejadian pada masa lalu, yah aku adalah anak pertama dari 5 bersaudara, dan aku dibesarkan dengan keadaan sehat dan bahagia
Kala itu aku berfikir bahwa kedua orang tua ku  sedang dalam  keadaan  yang  tak  baik-baik saja, tapi aku yakin bahwa kedua orang tua ku pasti dapat melewatinya, karena Allah maha tau kepada siapa cobaan itu diberikan
Cerita ini bermula saat aku duduk dibangku SMA lebih tepat nya Aliyyah, kala itu Allah sedang menguji keluargaku dengan sakitnya diriu dan saudaraku, saat itu memang sedang musim sakit dipondok, tempat aku sekolah dan menuntut ilmu
Sebelum aku jatuh sakit aku sempat mengurus adek 2 yang sedang sakit saat itu, ustadzah memerintahkan ku untuk menjaga mereka di klinik, bersyukurnya aku karena ditemani oleh kakak kelas ku yang juga diperintahkan utadzah untuk menemani ku. Beberapa hari setelah menjaga di klinik tiba- tiba ia jatuh sakit dan segera untuk diinfus, tak lama kemudian akupun juga jatuh sakit, sementara di ma'had semakin hari semakin banyak  yang sakit  dan semakin sedikit tenaga untuk menjaga orang sakit.
Dan saat itupula adik ku jatuh sakit, tapi begitu hebatnya dia karena masih pergi ke kelas dengan keadaan yang lemah, kala  itu teman adikku panik melihat darah yang keluar dari hidungnya, sementara aku tidak merasa khawatir karena hal itu sering terjadi olehnya. Kurang lebih 2 hari aku dan adikku sakit, dan pada akhirnya kedua orang tuaku memutuskan untuk menjemputku dan adik ku
Setelah dirawat di rumah, perlahan keadaan adikku membaik  sementara aku, semakin parah dan hanya dapat terbaring ditempat tidur.
Keesokana hari nya aku mendapat kabar bahwa adekku akan dipakaikan selang sebagai alat bantu untuk  buang air, aku mempunyai firasat buruk terhadap adek ku karena ketika seseorang itu telah dipakaikan 2 selang dibadannya kemungkinan kecil dia untuk hidup, keesokan harinya aku mendapat kabar bahwa adekku akan dipindahkan ke rumah sakit yang lebih lengkap fasilitasnya, aku begitu khawatir dengannya, malam itu akupun dibawa ke RS untuk mengecek keadaan ku yang sempat memburuk dan ketika di cek ternyata keadaanku semakin memburuk sampai pada akhirnya aku harus diinfus di rumah
ahad pagi aku melakukan pengecekan darah, setelah itu aku pulang ke rumah budhe, di hari itu juga sepupu perempuan ku sedang latihan bernyayi untuk upacara dan menghibur aku, tak lama kemudian ibu menelefon budhe untuk meminta doa agar adek ku membaik dan terkejutnya aku ketika aku mendeengar bahwa adekku akan melakukan tranfusi darah, nah karena mengetahui adek akan tranfusi darah maka adek dirujuk ke RS yang lain dan keluarga bersepakat untuk memasukan ku ke RS yang sama dengan adekku, siang itu juga aku dan kelurgaku yang lain menyusul adekku.
Sedangkan abah menyelesaiakan administrasinya, aku berada di ambulan yang berbeda dengan adekku, ku hanya dapat memandangnya ketika dia dimasukakan kedalam ambulan dan saat itulah aku terakhir melihat nya dan begitu masya Allah karena dia masih tetap memikirkan keadaan jilbab nya, Ketika itupun ibu berkata "sudah dek ga papa ga peke jilbab" tapi ibuku tetap melindungi aurat nya dengan kain ayng beraada disamping nya
sesampainya di rumah sakit dokter memerintahkan untuk membawa adekku ke ruang icu sedangkan aku dicek dan dibawa kedalam ruangan. satu hal yang mengganjal saat itu adalah semua orang yang dekat dengan keluargaku bergantian untuk berkunjung ke rumah sakit, begitu gelisahnya aku saat itu