Barito Kuala 2023- Dewasa ini generasi muda berjalan beriringan dengan kemajuan teknologi. Akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat banyak perubahan baik it uke arah yang positif maupun negatif. Seiring dengan perkembangan zaman juga kita lihat banyak perubahan yang nampak pada manusia baik itu anak kecil hingga dewasa. Jika kita perhatikan banyak dari anak-anak yang tercemar pengaruh teknologi namun malah merugikannya. Salah satu dampak kerugian pada generasi muda akibat teknologi adalah adanya perubahan moral yang dipengaruhi oleh emosi anak.
Anak merupakan generasi yang akan meneruskan cita-cita bangsa. Generasi yang akan membawa bangsa tentu harus memiliki fisik, kognitif serta emosional yang baik. Salah satu hal yang terkadang terlupakan ialah aspek emosional. Emosi merupakan perasaan intens yang ditunjukkan oleh individu terhadap suatu kejadian yang menimpanya dan emosi adalah salah satu faktor dominan dalam mempengaruhi tingkah laku individu dalan kesehariannya (Dewi et al., 2020).
Emosi yang tak terkendali akan berpengaruh terhadap perilaku, terutama pada anak yang masih dalam tahap perkembangan. Akibat dari masalah emosi yang dirasakan oleh anak akan membuat mereka kesulitan dalam beradaptasi hingga melakukan berbagai kegiatan dalam kehidupannya. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari salah satu SD yang disampaikan oleh guru tersebut mengatakan bahwa “Kami sering menemukan anak-anak, khususnnya anak kelas 5 itu berkelahi hingga menampar temannya sendiri atau bahkan membantah perkatanan guru serta melakukan aksi tawuran dan merokok di area sekitar sekolah”.
Adapun dikatakan bahwa “Anak-anak itu wajar nakal, tapi kalau sampai berani berbohong atau melawan guru itu tidak baik, apalagi emosi mereka itu sulit ditebak dan kadang implusif bertindak”.
Berdasarkan peristiwa tersebut terdapat upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulanginya, salah satunya yakni mengenalkan emosi pada anak. Tim pengabdi masyarakat Universitas Muhammadiyah Banjarmasin di Desa Badandan, Kecamatan Cerbon melakukan psikoedukasi mengenai mengenal emosi pada anak SDN 2 Badandan.
Melalui psikoedukasi ini akan dipaparkan mengenai emosi apa saja yang ada pada manusia dan bagaimana cara merespon emosi dengan cara relaksasi diri melalui latihan pernafasan pola hidup sehat yang baik pada anak di SD tersebut. Kegiatan psikoedukasi mengenal emosi dan rileksasi diri ini dilaksanakan pada hari senin tanggal 13 Februari 2023 di SDN 2 Badandan sebanyak 17 audiens yang terdiri dari kelas 5. Kegiatan psikoedukasi ini diterima dengan baik oleh siswa-siswi dan guru di SDN 2 Badandan dengan memperhatikan dan berperan aktif selama kegiatan tersebut.
Saya (Tim Pengabdi Masyarakat) mengatakan bahwa “emosi tidak hanya sekedar marah saja dan kea rah negatif, emosi yang kita rasakan juga bisa mengarah ke positif misalnya senang dan bahagia. Emosi selalu kita temui dalam keseharian kita, namun terkadang kita lupa bagaimana cara merespon emosi tersebut atau salah dalam mengekspresikannya. Maka dari itu perlu bagi kita untuk mengenal emosi agar tingkah laku yang kita tunjukkan tidak merugikan siapapun”.
Selain psikoedukasi mengenal emosi pada manusia, Saya (Tim Pengabdi Masyarakat) juga melakukan kegiatan relaksasi diri dengan latihan pernafasan yang baik. Kegiatan ini meupakan salah satu cara untuk merespon emosi yang bertujuan untuk membantu individu mendapatkan ketenangan sehingga dapat berfikir jernih sebelum bertindak. Melalui relaksasi diri akan mendatangkan perasaan nyaman dan perasaan ini diibaratkan sama halnya dengan kebutuhan makan dan minum serta tempat tinggal. Secara psikologis, perasaan nyaman adalah salah satu syarat untuk menghilangkan ketegangan fisik dan akan membawa individu untuk mendapatkan perasaan tenang (Fithri et al., 2021).
Melalui kegiatan psikoedukasi mengenal emosi ini juga diharapkan dapat mengedukasi anak-anak SD di SDN 2 Badandan untuk peka terhadap emosi yang dirasakannya dan bisa mengungkapkannya dengan cara yang benar agar tidak menyakiti orang lain. Kegiatan ini juga bertujuan agar mereka tahu bahwa kondisi mental atau psikologis yang mereka rasakan akan berpengaruh terhadap kondisi fisik mereka dan hal ini dapat berujung ada masalah klinis lain (Nurwidyaningtyas et al., 2018).