Fastabiqul khairat, fa adalah kata penghubung untuk menyatakan jawaban yang berarti “maka” dan secara bebas bisa diterjemahkan dengan “kerena itu”. Istabiqu merupakan kata perintah dari kata kerja bentuk lampau istabaqa, dibentuk dari sabaqa yang berarti mendahului atau berada didepan. Jadi istabaqa merupakan tsulasi mazid dengan tambahan hamzah dan ta yang bermakna lit thalab, menyatakan usaha. Adapun al-khairat adalah jamak dari al-khair, berarti kebaikan yang disenagi semua orang. Berdasarkan ini, ungkapan itu berarti “maka (karena itu) berusahalah kamu sekalian untuk berada di depan dalam semua kebaikan yang disenagi semua orang”. Ungkapan ini merupakan perintah kepada umat islam untuk merespon idealitas sistem sosial egaliter dan struktur sosial masyarakat negara yang di idealkan oleh al-Qur’an.
Dengan demikian mereka diperintahkan untuk memberi respon kreatif terhadap pluralitas masyarakat dalam masyarakat global dan pluralitas komunitas atau warga dalam masyarakat islam. Dalam hidup ditengah masyarakat global dan plural itu mereka harus menjadi masyarakat dan komunitas yang selalu berusaha untuk berada didepan atau terkemuka dalam semua bidang yang disenangi oleh seluruh warga, tidak terbatas pada bidang spiritual saja baik itu bidang ilmu pengetahuan, politik, ekonomi, atau pengetahuan yang lain.
3. Bersih, berkearifan tinggi, berwawasan luas dan religius. Keempat sifat ini dapat difahami dalam surah al-Baqarah ayat 151:
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيْكُمْ رَسُوْلاً مِّنْكُمْ يَتْلُوْ عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَ يُزَكِّيْكُمْ وَ يُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَ الْحِكْمَةَ وَ يُعَلِّمُكُمْ مَّا لَمْ تَكُوْنُوْا تَعْلَمُوْنَ
Sebagaimana telah Kami utus kepada kamu seorang Rasul , dari kalangan kamu sendiri, yang mengajarkan kepada kamu ayat-ayat Kami dan membersihkan kamu dan akan mengajarkan kepada kamu Kitab dan Hikmat, dan akan mengajarkan kepada kamu perkara-perkara yang tidak kamu ketahui.
Yang pertama yaitu bersih, sifat ini dapat difahami dari ungkapan wa yuzakki kum. Nabi mensucikan mereka dari segala kotoran yang melekat pada batin dan lahir mereka di jaman jahiliyyah. Jadi ungkapan ini menunjukkan sifat bersih yang harus dimiliki ummat sebagai pribadi dan kelompok. Sebagai pribadi dan masyarakat yang bersih, mereka tidak hanya bersih akidah dari kemusyrikan, tapi juga harus bersih dalam bidang-bidang kehidupan yang lain seperti bersih ilmu dari mitos, bersih akhlak dari perilaku tercela, bersih ekonomi dari eksploitasi dan korupsi, dan bersih hukum dari ketidakadilan dan kesewenang-wenangan.
Yang kedua yaitu berkearifaan tinggi, sifat ini dapat difahami dari ungkapan wal hikmah. Hikmah adalah mendapatkan kebenaran secara tepat dengan ilmu dan akal. Oleh karena itu umat islam harus menjadi masyarakat yang berkearifan tinggi dalam menyelesaikan segala masalah yang mereka hadapi. Kemudian karena kehidupan itu semakin kompleks dan untuk menjalaninya dibutuhkan kearifan yang harus terus ditingkatkan, maka Nabi menhanjurkan orang beriman untuk terus menemukan hikmah di manapun berada.
Yang ketiga yaitu berwawasan luas. Sifat ini dipahami dari ungkapan wa yu’allimukum ma lam ta’lamun. Dengan mengajarkan apa yang sebelumnya tidak diketahui, umat islam bisa memiliki wawasan yang luas. Secara tersirat ungkapan itu berisi perintah kepada mereka untuk terus belajar. Jadi ummat islam harus melakukan never ending process of learning sehingga menjadi masyarakat belajar, learning society, yang memiliki wawasan yang luas untuk terus memperbaikai kehidupan dari waktu ke waktu dan dari satu taraf ke taraf lain yang lebih tinggi.
Yang terakhir adalah religius, karena religius ini adalah pondasi utama yang harus dimiliki. Sifat religius ini dapat difahami dari ungkapan fadzkuruni adzkurkum. Ungkapan ini tidak hanya menganjurkan umat islam untuk berdzikir dengan membaca kalimat puji-punjian, tetapi menganjurkan mereka untuk biasa memiliki kesadaran yang tinggi terhadap Allah sehingga bisa menghadirkan-Nya dalam kehidupan nyata. Menghadirkan Allah dalam kehidupan nyata itu dalam sebuah hadits dinyatakan dengan menjadi orang yang paling baik budi pekertinya. Dengan demikian mereka menjadi masyarakat religius dengan keberagamaan etis, tidak berkeagamaan spiritualistik dan formalitik seperti yang dialami umat islam sekarang.
Itu tadi adalah beberapa solusi yang ditawarkan oleh islam untuk mengentaskan bangasa ini dari keterbelakangan mental yang mengakibatkan kemunduran bangasa. Konsep-konsep tersebuat bukanlah konsep yang asing atau baru, tetapi konsep-konsep tersebuat adalah sifat-sifat yang sangat relevan dengan kepribadian bangsa ini sejak dulu kala. Sekarang semuanya kembali kepada kita. Apakah kita bersedia dan sanggup untuk mengemban tanggung jawab yang telah diberikan kepada kita. Jika kita memang bersedia dan sanggup hendaklah kita memulainya dengan idealita yang sudah diberikan oleh agama ini kepada kita.