Mohon tunggu...
fina siti fauziyah
fina siti fauziyah Mohon Tunggu... Freelancer - warisan diri, rekam jejak insan yang pernah singgah di bumi. semoga bermanfaat

kenang aku dalam jiwa, mari berdo'a senandung kebaikan, menjadi insan yang bermanfaat bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak-anak dan Anak Bukan Robot

16 Maret 2017   06:18 Diperbarui: 16 Maret 2017   16:00 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam artikel saya kali ini saya kali ini, saya akan membahas tentang problematika anak dan anak-anak yang disebabkan perlakuan dari orang tua dan dunia sekitarnya yang memaksakan kehendaknya, tanpa memberi celah pada anak untuk menentukan pilihannya. Sebelum berlanjut kita harus mengetahui apa itu robot dan definisi anak adan anak-anak yang sesungguhnya.

Robot adalah suatu alat mekanik yang digerakkan sesuai kontol manusia untuk melakukan tugas fisik tertentu, dalam hal ini manusia bisa memperlakukan secara bebas apa yang dikehendakinya, karena robot merupakan suatu benda mati yang bisa bergerak. Lantas apa definisi anak-anak dan anak sesungguhnya?

Secara umum anak-anak adalah seorang laki-laki atau perempuan yang belum mengalami masa pubertas. Sedangkan anak adalah keturunan kedua dalam suatu ikatan keluarga, sehingga meskipun ia telah dewasa ia akan tetap disebut anak oleh orang tuanya. Dalam hal ini, baik anak-anak maupun anak memiliki kebutuhan yang sama yakni bimbingan dan kasih sayang orang tua.

Setelah kita mengetahui definisi gambaran robot, anak-anak dan anak secara umum, lantas apa problematika yang terjadi? Kenapa saya mengangkat judul anak-anak dan anak bukan robot?

Berikut contoh kasus yang terjadi Arini adalah seorang anak yang mempunyai tipe kepribadian artistik, sejak kecil ia senang menggambar dunia sekitarnya, namun orang tuanya menginginkan Arini menjadi seorang dokter sebagaimana ayahnya. Orang tua Arini pun rajin mengantarkan Arini ke tempat bimbingan belajar (bimbel) secara rutin sejak masa SD, namun apa yang terjadi di tempat bimbel? Ternyata Arini tidak belajar sama sekali, ia hanya melakukan apa yang ia inginkan, ia justru terus menggambar teman-temannya yang sedang belajar. Lambat laun orang tuanya mengetahui apa yang dikerjakan Arini selama ditempat bimbel dari tutornya, hingga akhirnya mereka sadar bahwa anak memiliki potensi tersendiri yang tidak bisa dipaksakan, tugas orang tua adalah membimbing dan mengarahkan. Meskipun orang tua Arini kecewa pada awalnya, namun kini mereka bangga karena Arini berhasil menjadi seorang arsitek yang handal di kotanya.

Pada hakikatnya setiap orang tua ingin memberikan perlakuan terbaik bagi anaknya. Mereka menginginkan anak-anak nya mendapat kehidupan yang lebih baik lagi dari mereka, namun problematika yang terjadi adalah orang tua salah dalam proses mengasuh, yakni beberapa orang tua tidak lagi mengarahkan namun cenderung memaksakan kehendaknya, hal ini tidak lagi menjadi hal yang positif karena akan menjadi faktor penghambat tumbuh kembang potensi anak, karena obsesi orang tua. Hal inilah yang membuat kesan anak diperlakukan seperti robot. Jadi mulai hari ini, perlakukanlah anak anda sebagaimana mestinya, dan kenalilah potensinya. Berikan ruang pada anak untuk menceritakan apa yang mereka inginkan dan ajaklah mereka berdiskusi sebagai teman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun