Belum lama ini, Presiden Joko Widodo mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yaitu Pembaharuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera ( Tabungan Perumahan Rakyat) yang ditetapkan pada tanggal 20 Mei 2024.
Kebijakan ini nantinya akan memotong upah pekerja sebesar 3% dimana 0,5% dibayarkan oleh pemberi kerja dan 2,5% oleh para pekerja.
Kebijakan Tapera mewajibkan bagi seluruh pekerja, baik ASN, BUMN, BUMD, TNI/Polri, maupun pegawai swasta. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 5 PP NO. 21 Tahun 2024, yaitu setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 Tahun atau sudah kawin yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, wajib menjadi peserta Tapera.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 sekitar 15,21% Rumah Tangga Indonesia belum memiliki rumah sendiri. Beberapa faktor yang menghambat masyarakat untuk memiliki rumah ialah tingginya harga rumah yang tidak seimbang dengan penghasilan. Sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan Tapera yang nantinya akan memudahkan masyarakat Indonesia untuk memiliki rumah yang layak dengan harga terjangkau. Akan tetapi kebijakan ini justru memunculkan kontroversi di masyarakat. Pasalnya upah penghasilan pekerja nantinya akan dipotong sebesar 2,5% untuk iuran Tapera.
Sebelumnya sudah ditetapkan beberapa kebijakan yang nantinya akan memotong upah pekerja, antara lain BPJS Kesehatan (1%) , BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Hari Tua (2%), BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun (1%), Pajak Penghasilan (PPh) bagi yang berpenghasilan minimal 60 juta/tahun atau 5 juta/bulan, maupun Asuransi tergantung dari unit kerja masing-masing.Â
Misalnya untuk masyarakat golongan menengah maupun golongan bawah, yang menerima upah berkisal 2-3 juta per bulan. Nantinya upah per bulannya akan dikenai potongan untuk BPJS Kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan dengan total potongan 4% , jika ditambah dengan potongan untuk iuran tapera maka totalnya menjadi 6,5%. Bagi masyarakat kelas menengah dan kelas bawah potongan 6,5% dari gaji total cukup lumayan besar dan dianggap memberatkan.
Untuk gaji yang sekarang diterima masyarakat saja sudah banyak potongannya belum lagi kebutuhan pokok sehari hari yang semakin naik membuat masyarakat semakin terbebani. Tapera dianggap menyebabkan krisis keuangan masyarakat karena muncul disaat maraknya berbagai inflasi.
Pemerintah perlu mengkaji ulang terhadap penerapan kebijakan ini dengan melakukan dialog terbuka kepada masyarakat, mendengarkan aspirasi dan keluhan dari masyarakat untuk mengambil jalan alternatif untuk memedam polemik ini. Sehingga kebijakan tapera bisa berjalan secara efisien dan bisa dirasakan manfaatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H