Saat ini industri makanan telah banyak berinovasi dalam mengembangkan produk baru, tidak sedikit yang menggunakan alkohol sebagai bahan tambahan. Alkohol dipercaya dapat meningkatkan rasa makanan sehingga beberapa produsen mulai menambahkan alkohol pada makanan sebagai bahan tambahan yang kadarnya masih dikatakan sedikit. Namun permasalahannya, apakah makanan yang menggunakan alkohol menjadi haram atau tetap halal?
Bagi masyarakat beragama muslim kejelasan haram dan halal makanan tentu saja menjadi aspek penting. Makanan haram adalah makanan yang dilarang dalam ajaran agama Islam, karena Allah Swt. melarang umatnya untuk memakan apapun yang haram dan memabukkan. Dalam surah Al-Baqarah ayat 168 yang menjelaskan bahwa Allah Swt. menyuruh manusia untuk memakan makanan yang halal secara agama dari segi hukum baik segi zatnya maupun hakikatnya.
Penggunaan alkohol dalam makanan dapat ditemukan pada cake, contohnya seperti cake red velvet yang viral beberapa waktu silam ternyata ada yang menggunakan alkohol.
Banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang penambahan alkohol pada kue tersebut. Pada akhirnya, mereka tidak lagi membeli kue tersebut dikarenakan mengandung alkohol dan mencari referensi kue yang lain.
Saat ini banyak produsen makanan yang tetap mengatakan bahwa makanan yang dihasilkan adalah halal dan tidak mengandung bahan yang diharamkan untuk memperluas konsumen. Maka ada baiknya sebelum membeli atau mengonsumsi suatu makanan kita dapat melihat apakah produsen tersebut telah mendapatkan logo halal dari MUI. Logo halal sangat mempengaruhi dalam pemilihan dan pembelian makanan, banyak masyarakat yang menghindari untuk membeli produk yang belum ada logo halal MUI dikarenakan takut mengandung bahan yang haram.
Fatwa MUI
Terkait pada halal dan haramnya makanan yang mengandung alkohol telah terjawab pada fatwa MUI. Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol membedakan antara khamr dan alkohol. Setiap khamr mengandung alkohol, tapi tidak semua alkohol dikategorikan sebagai khamr.Â
Fatwa tersebut menyebutkan khamr adalah setiap minuman yang memabukkan, baik dari anggur atau yang lainnya, baik dimasak atau pun tidak. Artinya, selain minuman, produk yang mengadung alkohol tidak terkategori sebagai khamr, walaupun hukumnya bisa saja sama-sama haram. Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol menyebutkan bahwa minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah minuman yang mengandung alkohol/etanol (C2H5OH) lebih dari 0.5%. Minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah najis dan hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak.
Tetapi, tidak semua alkohol dikategorikan sebagai khamr. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebutkan bahwa alkohol bisa dibedakan ke dalam dua kategori: alkohol/etanol hasil industri khamr dan alkohol/etanol hasil industri non-khamr. Alkohol non-khamr adalah alkohol yang diperoleh dari industri non-khamr, yang hukumnya tidak najis dan apabila dipergunakan pada produk no—minuman, hukumnya mubah.
Contoh dari produk makanan yang mengandung alkohol tetapi tidak dikategorikan sebagai khamr adalah peuyeum, yang merupakan olahan singkong fermentasi yang mengandung alkohol.