Mohon tunggu...
Ikfina Chairani
Ikfina Chairani Mohon Tunggu... -

Seorang wanita yang sedang singgah di ujung timur Indonesia. Orang kecil yang bermimpi besar.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Saat Data Dipertanyakan..

12 Maret 2012   02:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:12 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa tahun ini saya banyak membaca tentang para ahli dan pengamat yang mempertanyakan keakurasian suatu data. Kenapa saya membedakan antara ahli dan pengamat, karena seorang ahli akan berbicara dengan suatu dasar ilmiah. Saat mereka mempertanyakan suatu hal tentu sudah akan berdasarkan ilmu yang mereka miliki, berbeda dengan pengamat yang hanya mengamati lalu mengomentari omong kosong kesana kemari tanpa memiliki dasar ilmu apapun.

Kembali ke permasalahan keakurasian data, sebagai "insan perstatistikan" di Indonesia, yang berada di "kelas bawah" saya sudah berkali-kali melihat bagaimana suatu pendataan dilakukan. Pada dasarnya suatu data yang bermutu harus di topang oleh si pencari data, alat pencari data, dan si orang yang di data. Jika alat yang di pakai sudah bagus, dengan berbagai rumus njelimet serta konsep-konsep yang maknyos berarti selanjutnya adalah bagaimana kualitas si pencari data. Ibarat serdadu jika hanya diberi senjata tanpa diajari cara menggunakannya, bukan tidak mungkin akan banyak peluru yang salah sasaran. Kualitas pencari data sejatinya akan meningkat seiring dengan semakin banyaknya jumlah survei yang mereka jalani. Berbagai pelatihan mereka jalani, tentu saja sampai-sampai berbagai konsep sudah hafal mati di pikiran mereka.

Terus klo dari senjata dan serdadu sudah oke selanjutnya apa?? y tentu sasarannya.. Bagaimana masyarakat di lapangan menerima dan memberikan data kepada para pencari data ini. Apakah sudah sesuai dengan kenyataan?? Apakah sudah memberikan data yang apa adanya?? Atau malah memberikan data yang ada apanya??

Data apanya yang kaya gimana tuh?? Jadi klo datanya buat BLT langsung deh ngaku2 miskin, ngaku paling susah. Klo datanya "hanya" untuk pembangunan daerah, data yang diberikan beda lagi. Seperti yang saya alami beberapa minggu lalu, saat seorang pencacah di institusi saya menyerah karena berulang kali mendatangi responden selalu mendapat penolakan secara tidak langsung. Akhirnya saya dengan diantar seorang teman yang kenal dengan responden tersebut mendatangi rumahnya. Karena saya datang bersama dengan teman yang memang dikenal rumah tangga tersebut, saya diterima dengan baik bahkan sangat baik. Tetapi karena mengaku masih lelah, jadi sang responden meminta saya untuk kembali dua hari lagi. Saya pikir, baiklah yang penting beliau mau didata. Dua hari kemudian saya datang lagi ke sana dengan penuh percaya diri. Saya menjelaskan maksud kedatangan saya, saya jelaskan data-data apa saja yang akan saya tanyakan. Beliau mendengarkan dengan seksama hingga saya selesai menjelaskan seluruh maksud kedatangan saya. Beliau menyanggupi untuk diwawancara tapi dengan syarat yang sempat membuat saya shock. Semua harus dilakukan selama 10 menit saja, dan saya jangan kembali lagi ke sana. Saat itu saya hanya bisa terpaku. Yang ada di pikiran saya, bagaimana menyelesaikan wawancara dengan kurang lebih 4 kuesioner untuk diisi dan 3 kuesioner yang akan dilanjutkan pada kunjungan berikutnya. Tetapi sambil panik melihat jam, saya menanyakan dengan gaya flash. Dari jawaban sang responden, saya bisa tahu bahwa ada beberapa hal yang beliau manipulasi. Yap, beliau menjawab dengan kesan bahwa beliau miskin sekali. Padahal beliau memiliki rumah yang cukup bagus, istri beliau merupakan pegawai di instansi yang ber-uang (meskipun masih berstatus honorer), beliau memiliki usaha kios yang cukup bagus. Tetapi beliau selalu berkilah bahwa beliau tidak memiliki apa-apa. Menganut azas bahwa responden selalu benar, jadi saya terdiam sambil terus menulis. Yaph, akhirny dalam waktu 20 menit wawancara selesai (melenceng 10 menit). Saya pamit pulang sambil diberi pesan untuk jangan kembali lagi. Pfyuh.. Malu rasanya..

Lain waktu saat saya memeriksa hasil pendataan seorang teman di lapangan. Saya menemukan suatu hal aneh, bahwa seorang pegawai instansi "besar" mengaku menerima pendapatan selama sebulan lalu sangat kecil. Mengapa saya bilang tidak masuk akal, karena di instansi mereka ada tunjangan hasil reformasi birokrasi yang santer didengungkan.

Mengingat hal-hal begini bikin saya menghela nafas. Tanpa bermaksud menyalahkan atau memojokkan siapapun, yang ada dibenak saya adalah kenapa sih masyarakat susah banget kasih data yang apa ada nya?????!!!!!!! Padahal udah ada jaminan klo datanya akan dirahasiakan lhooooo.. Bahkan ada undang-undang yang mengatur hal tersebut.

Nah maksud saya dari tulisan ini adalah mengingatkan teman-teman semua, siapapun dan dimanapun anda berada. Kalo ada yang minta data untuk suatu survei tertentu tolonglah berikan data yang sebenar-benarnya. Supaya hasil data yang keluar memang benar-benar mencermikan keadaan sebenarnya. Bagaimanapun data mencerdaskan bangsa, tetapi perlu diingat data yang bagaimana yang bisa mencerdaskan itu. Jadi saat data yang ada mulai dipertanyakan, mungkin saatnya bagi kita untuk koreksi diri. Sudahkah kita memberikan data yang apa adanya??

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun