Mohon tunggu...
Fina alif Laila
Fina alif Laila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Santriwati

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Paradigma Epistimologis Kurikulum Pendidikan Agama Islam

29 April 2024   14:06 Diperbarui: 29 April 2024   14:14 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kurikulum pendidikan merupakan sesuatu yang menjadi pijakan semua instansi untuk menjalankan pendiaikan. Baik dari perencanaan, proses, maupun evaluasi pendidikan, kurikulum mempunyai peran dalam mengatur keberjalanannya. Kurikulum pendidikan dirancang sesuai dengan waktu pendidikan itu dijalankan. Kurikulum pendidikan haruslah menjadikan keberjalanan proses pendidikan relevan dengan masa yang dihadapinya. 

Akan sangat mengherankan jika tujuan pendidikan tidak tercapai pada sustu masa hanya karena kurikulum yang mengatur keberjalanan pendidikan dianggap usang. Dari sini dapat kita pahami bahwa perlu dilakukan transformasi pada kurikulum pendidikan. Begitupun dengan kurikulum Pendidikan Agama Islam. Pendidikan yang dalam setiap sisi kehidupan selalu mempunyai tempat untuk pembahasan ini tentunya sangat perlu dipahami keberjalanannya.

Dewasa ini tantangan pendidikan kebanyakan berasal dari terbentuknya peserta didik yang kurang ber attitude dan jauh dari devinisi manusia berpendidikan. Masalah ini memang sudah tidak muda lagi, karena munculnya selaras dengan tantangan arus majunya teknologi. Tahun 2000 sebagai tanda awal mula masa perindustrian di mana hampir semua pekerjaan dimudahkan dengan mesin. Lebih dewasa lagi pesatnya penggunaan internet yang memudahkan semua orang mengakses semua situs baik ekonomi, sosial, politik dan juga pendidikan ternyata juga memunculkan dampak baru yang bisa dibilang merugikan. 

Terkhusus dalam bidang pendidikan di mana idelanya proses pendidikan adalah adanya interaksi antara guru dan peserta didik. Dari interaksi tersebut terjadilah transfer ilmu yang puncaknya adalah aktualisasi pengamalan ilmu dan terbentuknya manusia yang beretika dan berbudi pekerti luhur. Secara teori memanglah sangat sederhana, namun dalam praktiknya tentu ada benyak hal non teori yang akan mengantarkan keberhasilan tujuan pendidikan itu sendiri. 

Salah satunya adalah energi emosional yang dilahirkan dari pertemuan antara guru dan peserta didik. Hal ini tidak akan tercapai bagi peserta didik yang hanya belajar melalui media online yang belum  jelas sumber dan gurunya. Peserta didik hanya mampu mengambil materi saja tanpa tahu contoh penerapan dari figur guru yang mengajarkan. Dari sini akan banyak memuinculkan karakter murid yang berani, kurang etika dan merasa lebih pintar dan kesombongan lainnya.

Pendidikan Agama Islam sebagai rumpun pendidikan yang mengajarkan karakter kepada peserta didik berperan penting dalam menghadapi tantangan pendidikan. Kurikulum yang digunakan harus tepat dan mampu menjadikan PAI tetap menjadi pendidikan yang relevan untuk menjawab tantangan zaman. Mulanya Pendidikan Agama Islam belum masuk dalam tataran system pendidikan nasional. 

Sebelum sistem pendidikan nasional dibalut dengan kurukulum, pendidikan agama Islam sudah lebih dahulu dikembangkan dalam pesantren. Model pembelajaran yang digunakan juga tradisional seperti halnya praktik pembelajaran agama yang kita tamui saat ini di lembaga pesantren terkhusus pesantren salaf. 

Seiring dengan berkembangnya kurikulum dalam system pendidikan nasional, tepat ketika dijalankannya kurikulum 1952-1964 muncul SKB 2 menteri tahun 1951 yang menegaskan bahwa pendidikan agama wajib diselenggarakan di sekolah-sekolah minimal 2 jam per minggu. Selanjutnya pada kurikulum 1984 pendidikan agama dikuatkan melaui SKB 2 Menteri yang mempertegas lulusan madrasah juga bisa melanjutkan pendidikannya ke sekolah umum. 

Pada Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 sudah ditegaskan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan bercirikhas Islam dan dalam UU SISDIKNAS pendidikan Islam akhirnya berjalan satu paket dengan Sistem Pendidikan Nasional. Hingga seterusnya keberjalanan kurikulum KBK, KTSP dan K 2013, pendidikan Agama Islam sudah disesuaikan dengan system pendidikan nasional. Referensi mengenai beberjalanan kurikulum ini penulis ambil dari jurnal yang berjudul Transformasi Kurikulum PAI (Perkembangan Terkini dan Tantangan di Era Digital) oleh Zaelani.

Masuknya Pendidikan Agama Islam dalam system pendidikan nasional ternyata tidak menjadi dari puncak dari keberhasilan. Masih ada banyak tantangan bagi PAI sendiri dalam menggerakkan sendi-sendinya membentuk peserta didik yang berkarakter Islami. Transformasi digital telah menjadikan peserta didik dewasa intelektual sebelum waktunya tanpa diimbangi kedewasaan emosional. 

Banyak peserta didik yang berkarakter jauh dari akar budaya, kurang bisa menstabilkan emosi dalam menghadapi perbedaan sehingga muncul sikap intoleran, terjerat resolusi konflik dan banyak hal lain yang tumbuh karena kurangnya pemahaman sejarah lokal mereka. Dasar-dasar pendidikan Islam yang harusnya lebih penting dipelajari justru dipahami secara dangkal bahkan dikesampingkan. Lalu bagaimana kurikulum PAI menjawab tantangan ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun