Pendidikan merupakan hal sentral yang menentukan keberhasilan suatu bangsa. Sebuah bangsa dikatakan sebagai bangsa beradap ketika pendidikan dijunjung tinggi di dalamnya. Pendidikan dengan tujuannya mencerdaskan kehidupan bangsa melewati berbagai cara dengan membentuk berbagai lembaga. Baik lembaga formal maupun non formal telah dicanangkan guna merealisasikan tujuan tersebut. Namun sayangnya, dewasa ini fungsi pendidikan mulai kehilangan hirrohnya. Â Kemelut sistem pendidikan dengan rancangan kurikulumnya telah ditunggangi dengan kepentingan lain sehingga marwah pendidikan sebagai pencerdas anak bangsa mulai luntur. Pendidikan yang harusnya berjalan independen dengan tujuannya kini menjadi alat politisi yang berjalan di atas roda kegiatan belajar mengajar. Hal ini tentunya menjadi tantangan kita bersama, terlebih kaum penggerak pendidikan. Untuk merubah sistem tentunya sangatlah sulit, mengingat kita hanyalah sebagian kecil dari pelaku pendidikan. Masih ada pihak yang lebih berwenang dalam menentukan kebijakan sitem pendidikan yang akan dijalankan.
Namun di samping ketimpangan yang dijelaskan di atas, masih ada lembaga pendidikan non formal yang sampai saat ini eksistensinya di bidang pendidikan kian berkembang. Lembaga tersebut ialah pondok pesantren dengan kurikulum pendidikan ala kiainya. Walaupun pesantren satu dengan yang lainnya berbeda kurikulum, namun tak menjadikan pondok pesantren kewalahan dalam menggiring santrinya dalam menimba ilmu. Justru dengan kemandirian tersebut menjadikan setiap pesantren terus berinovasi mengembangkan sistem pendidikan pesantren yang juga menjadi peninggalan peradaban nenek moyang ini.
Jauh sebelum kemerdekaan model pendidikan ala pesantren telah diterapkan oleh masyarakat Indonesia. Tepatnya ketika awal masuknya Islam, pendidikan menjadi salah satu jalur penyebaran agama Islam di Indonesia. Mulanya pendidikan hanya di gelar di surau-surau yang didirikan oleh kyai penyebar agama Islam. Para santri datang untuk mempelajari dasar-dasar ilmu agama yang mencakup tiga hal, yaitu iman, islam dan ihsan. Lama kelamaan santri yang datang semakin banyak dan dan mulai didirikan penginapan-penginapan di sekitar rumah kyai. Itulah awal mula adanya pondok pesantren atau pondokan untuk para santri yang mengaji.
Adanya santri yang tinggal di pondok pesantren menjadikan pembelajaran yang diajarkan semakin kompleks. Santri tak hanya diajarkan masalah tiga pokok agama seperti yang telah disebutkan di awal. Doktrin keimanan santri diperkuat dengan kajian kitab-kitab tauhid. Ritual-ritual keislaman juga diajarkan kepada santri dikuatkan dengan ilmu fikih sebagai tuntunan ibadah mereka. Santri juga diajarkan bagaimana bermuamalah yang baik sesuai dengan ajaran Islam dengan menciptakan lingkungan pesantren yang harmonis serta berbaur dengan masyarakat setempat. Selain itu santri juga diberikan pendidikan rohani dengan mengkaji kitab-kitab tasawuf. Santri diajarkan riyadhoh untuk membersihkan hati dan pikiran mereka agar diberi kemudahan dalam menimba serta mengamalkan ilmu yang dipeljari selama di pondok pesantren.
Pasantren Sebagai Pencetak Pemimpin Bangsa yang Islami
Usia remaja merupakan usia yang paling tepat untuk menggembleng calon penerus pemimpin bangsa. Usia dengan potensi tenaga dan pikiran yang masih kuat ini perlu dioptimalkan untuk mencetak generasi yang tangguh. Kondisi zaman yang terus berubah memberikan tantangan tersendiri bagi generasi muda untuk terus berinovasi mengembangkan diri mereka. Meraka tak cukup hanya dibekali pengetahuan umum saja tetapi juga penunjuk arah pikiran mereka yaitu ilmu agama. Dewasa ini sering kali remaja bahkan orang dewasa yang kalah dengan ego nafsunya. Kebanyakan mereka belum siap mental hatinya dalam mengimbangi kecerdasan pikiran mereka. Bahkan mereka juga semakin di nina bobokan dengan kecanggihan teknologi yang menjadikan manusia semakin malas dan kurang bekerja keras. Dari sini peran pendidikan sangat diperlukan untuk menghadapi kesenjangan tersebut.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memadukan antara pendidikan agama dan sosial sangatlah cocok dalam menjawab tantangan di atas. Kehidupan pesantren yang menuntut santri untuk belajar hidup mandiri sejak dini menjadikan santri lebih siap mental dibanding anak-anak umumnya. Batasan pearaturan yang membatasi tingkah santri juga menjadikan santri menjadi lebih disiplin. Adanya larangan penggunaan gadget saat mengaji juga tidak menjadikan pembelajaran santri terhambat, mengingat pembelajaran santri biasanya berasal dari kitab-kitab klasik. Pembelajaran dengan kitab klasik ini membutuhkan keuletan dan kesabaran sehingga santri lebih berhati-hati dalam belajar dan mengamalkan isi kitab. Perilaku ini nantinya juga akan dicerminkan santri dalam bermuamalah dan mengemban amanah di manapun mereka ditempatkan. Selanjutnya hidup di pondok pesantren membentuk karakter dengan jiwa sosial yang tinggi, di mana santri harus bisa berbaur dengan sesama santri lain dan masyarakat sekitar pondok. Kehidupan mereka yang dekat dengan kyai juga menjadikan santri seakan mempunyai role model yang bisa dijadikan suri tauladan setiap saat, sehingga masalah apapun yang sedang terjadi entah di lingkungan pesantren ataupun masyarakat bisa dicarikan solusi.
Yang tak kalah pentingnya ialah pesantren mengenal istilah teori berkah. Ikhlasnya kyai dalam mendidik santri memunculkan keberkahan luar biasa dalam diri santri. Ibarat dunia pertanian, sosok kyai diibaratkan seperti petani yang sedang menanam padi. Santri-santri adalah padi yang akan dibesarkan. Petani tentunya tak hanya menanam dan menunggu padi itu tumbuh besar dengan sendirinya.Â
Petani akan memberinya pupuk agar bisa tumbuh dengan subur dan akan membersihkan rumput-rumput yang menggannggu tumbuh kembang padi. Begitulah seperti kyai. Beliau memberikan ilmu-ilmu dzohiriyah dan bathiniyah yang menjadi bekal tumbuh kembang santri. Selain itu juga dibersihkan hati dan pikirannya dengan berbagai riyadhoh.Â
Riyadhoh santri berupa puasa dan amalan- amalan lainnya serta pengabdian kepada kyai dan pesantren. Jika hati dan pikirannya jernih, tentu santri akan dengan mudah dalam menerima ilmu dan mengamalkannya. Bahkan tak hanya ilmu agama yang diajarkan. Banyak pesantren yang juga mengajarkan pengetahuan umum untuk mempersiapkan santrinya hidup di masyarakat. Ada sebagian pesantren yang mendirikan sekolah formal satu yayasan dan ada sebagian pesantren lagi yang mengijinkan santrinya untuk bersekolah di instansi umum di luar pondok. Semua itu diupayakan untuk membekali santri agar siap bersaing di era gempuran teknologi yang semakin canggih.
Begitulah pendidikan pesantren yang berusaha mencetak generasi muda yang tangguh dengan semangat kemandirian. Dengan membekali santri ilmu agama dan pengalaman bermasyarakat, pesantren mempersiapkan generasi muda yang siap membangun bangsa. Permasalahan degradasi moral yang selalu mejadi tema permasalahan penerus bangsa dapat dijawab dengan adanya lembaga pendidikan pesantren ini. Untuk itu marilah kita jaga peninggalan peradaban yang telah diciptakan oleh founding father kita dengan turut serta menguri-uri kultur budaya pesantren. Partisipasi kita terhadap kelestarian pesantren secara tidak langsung kita juga turut serta dalam menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh. Wallahu a'lam bis showab..