Mohon tunggu...
Arief Doank
Arief Doank Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Aqidah Filsafat di IAIN DATOKARAMA..

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Profesional Buah Tradisi Modern, Bag. 1 (Konsekuensi akan Sikap Oportunis)

3 Juli 2013   19:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:03 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Modern kata yang men-just-ifikasi pada era kekinian, reaksi dari manifesto akan inovasi, tingkatan kreatifitas yang terus diperbaharui, dengan tuntutan dinamika yang selalu menuntut dimensi baru disetiap lini. Mulai dari tingkat berpikir hingga tuntutan akan realisasi. Melantas, dalam setiap perspektif ketika setiap insan mandiri dituntut tangguh menanggapi suasana yang terjadi.

Berkiblat pada implementasi "cerita" yang akan diadaptasikan kembali, sebuah narasi pendek berlatar atas beberapa hari kelemarin diperdengungkan ditelingaku oleh seorang figur "Guru Besar Filsafat" yang memaparkan perspektif profesionalism yang banyak orang gemborkan bahkan menjadi idola, boleh jadi sudah berkembang pada era tempo lalu (klasik) pada masa dinasti Cina.

Zaman dahulu kala, persis saat suatu rezim tirani berkuasa di negeri tirai bamboo tersebut, hadir seorang panglima panglima perang hebat sekaligus kaisar pada zamannya. Terkenal sebagai seorang pemanah yang jitu, ahli berkuda, intelektua yang bersahaja disertai charisma yang tak ada tandingannya. seakan citra dari sosok impian. Hari berlari, setiap masapun berganti, seperti dua sisi manusia yang tampak selalu hadir dan absen pada waktunya. Tak terkecuali status kaisar yang tak kenal kata gelisah, dengan balutan mahkota serta tahta, berderet penghargaan komplit dengan kepercayaan prima, menciptakan "fikrah" tertinggi dari fraksi para bangsawan. Ber-ujung segala penghargaan, bahkan cita yang telah melekat diraganya, mewujudkan predikat "meranggi" dipuncak otoritas, iktikat egois pun akhirnya mengalir dikawal skema Individualism, Narsism yang seakan menghambakan diri pada dirinya sendiri, yang mulai sering dilakukan dengan memanfaatkan altruism, irrasionalitas dan bahkan kebodohan orang lain. [caption id="attachment_264489" align="alignleft" width="240" caption="Pekerja seni dituntut untuk selalu profesional dalam ber-Seni"][/caption] Seakan membuat takut siapa saja, suasana yang dahulunya sejukpun diubah layaknya pentas pertarungan, sang kaisar yang dikenal figur manis lagi gagah kini sebatas karakter tempo lalu. Publik pun seakan hanyut dengan beragam persepsi, karna raja berulah dengan menantang rakyatnya sendiri. "Sayembara" pun diadakan dengan jaminan  sederet penghargaan yang dimiliki kaisar, dengan level martabat yang luar biasa, mempertaruhkan profesionalisme dalam bidang memanah, berkuda, dan intelektualitas sang Raja, setiap hirarki dari beragam dimensi masyarakat tertarik untuk mencoba. namun, raja menuai syarat, bagi setiap rakyat yang kalah wajib dipenggal, dan bila kaisar kalah maka yang mengalahkannya diangkat sebagai kakak atau saudara. Wah sebuah jaminan yang mengangkat derajat siapapun dan beradu nyawa karena berani melawan raja. Widiiihhh..

Tahapan pertama, setiap peserta sayembara harus mengalahkan raja dalam babak berkuda, hanya beberapa (1-3) orang) yang sanggup kala itu, karena kaisar merupakan figur pemimpin yang sangat ahli dalam berkuda. Meskipun mereka yang lolos pada tahap ini, bukan berarti mengalahkan raja, namun sebanding dengan kualitas raja, maka kaisarpun berbaik hati meloloskannya.

[caption id="attachment_264487" align="alignright" width="240" caption="Pembinaan atlik muda demi kualitas kedepannya"]

13728521321901874198
13728521321901874198
[/caption] Lanjut pada etape selanjutnya, bertempat depan Istana yang megah telah disiapkan lokasi pertarungan memanah dengan jarak sasaran 600 M. Kaisar turun dari kursi dan langsung menuju lokasi, dengan sangat elegant memegang panah dengan tangan kiri, tanpa menunggu lama anak panah yang dipegangnya dengan tangan kanan serentak ditarik, busur pun melengkung dalam, "sssstt.."  delir irama panah yang terhunus tepat pada bundaran kecil di tengah sasaran, tanpa ragu dengan reaksi cepat dilesatkannya kembali 10 anak panah yang tersisa, spontan keseluruan anak panah tentumpuk rapat pada bundaran kecil berdiameter 3 cm ditengah sasaran tembak.
Deras gemuruh sorai rakyat yang melihatpun menyabut keberhasilan sang raja, alhasil, tak ada yang mampu mengalahkan kaisar sekalipun hanya sebatas pembanding pada sesi panahan ini, maklum raja merupakan master memanah yang terbiasa dengan kondisi dan terasah semenjak kanak, selanjutnya setiap yang kalahpun wajib membayar konsekuensi yang ditetapkan.

Kaisar pun kian bersemangat seraya ber-orasi dimimbar terbuka, lengkap dengan pidato kemenangan (pernyataan takabur), "selamat, selamat, selamat, selamat tak ada yang mampu mengalahkanku, karena ini keahlianku. "siapa lagikah yang ingin menantangku ? kupersilahkan untuk maju ?" hingga 3 kali pernyataan yang sama kaisar kumandangkan didepan publik. Kemudian tak ada yang berani sekalipun, hingga tampil seorang lelaki jompo dengan potongan agak mungil lagi bungkuk menengadah dihadapan kaisar, ketika akhir orasi beliau. Telak saja membuat setiap gelegar bertukar hening, akibat si bungkuk yang beraksi dihadapan baginda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun