[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="telegram soekarno dowes dekker. (Sumber: kolomkita.detik.com)"][/caption] Salah satu fasilitas umum yang tidak pernah bertambah adalah adalah kantor pos. Kantor pos pada masa lalu menjadi fasilitas umum yang suka dikunjungi oleh anak-anak SMP atau SMA yang rajin mengumpulkan perangko. Apalagi pada momen-momen tertentu, kantor pos memajang poster berisi perangko-perangko terbaru yang dapat dibeli untuk dikoleksi. Orang-orang tua pada waktu itu rajin datang ke kantor pos untuk mengirim surat maupun telegram. Hingga kini, surat masih sering dikirim lewat kantor pos, terutama untuk para pelamar kerja yang hendak mengirimkan berkas lamaran. Lantas, masih adakah pengirim telegram? Dengan pertanyaan yang lain, masih adakah alat pengirim telegram (telegraf) di kantor pos? Sejarah Telegram Telegram adalah fasilitas yang digunakan untuk menyampaikan informasi jarak jauh dengan cepat, akurat dan terdokumentasi. Telegram berisi kombinasi kode yang ditransmisikan oleh alat yang disebut telegraf, dengan menggunakan kabel-kabel yang menghubungkan satu lokasi dengan lokasi yang lain melalui bawah laut (wikipedia.org). Telegraf ini pertama kali ditemukan oleh Samuel F. B. Morse, seorang berkebangsaan Amerika. Alat tersebut mulai dipopulerkan pada tahun 1920-an. Pada saat itu tarif pengiriman telegram lebih murah daripada tarif telepon. Tarif mengirim telegram dihitung berdasarkan jumlah karakternya, termasuk tanda baca. Jangkauan pengiriman berita melalui telegram meliputi lokal maupun internasional. Waktu yang dibutuhkan untuk mengirim telegram adalah kurang dari satu hari. Keunikan dari telegram adalah tanda baca dituliskan. Telegram yang popular di Indonesia berada dibawah naungan perusahaan Telkom. Telegram Kini Praktis sesudah semakin murahnya layanan telepon dan semakin banyaknya pemilik handphone, telegram mulai ditinggalkan dan dilupakan. Tidak hanya telegram, kantor Pos Indonesia juga dilanda keterpurukan. Surat kini bisa dikirim lewat SMS bahkan email. Barang kini dapat dikirimkan lewat jasa pengiriman barang. Bahkan membayar rekening listrik dan telepon kini bisa dibayar di Indomart ataupun Alfamart yang bisa dijumpai di mana-mana. Lantar di mana telegram? Telegram dimuseumkan. Kantor Pos pun kini sudah seperti museum yang terlupakan. Semoga pemerintah sebagai pemilik PT Pos Indonesia memikirkan masa depan kantor pos dengan memberikan media baru yang lebih  unik dan khas dan tidak bisa ditiru oleh perusahaan lain. Juga dimuat di Blog Filsuf-Kampung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H