Seringkali akal di nisbatkan dengan perkara-perkara yang logis. Hal ini mempersempit dengan apa yang dimaksud dengan akal sebenarnya. Realitas yang bisa dijelaskan secara argumentasi dan penalaran adalah sesuatu yang hanya bisa “meyakinkan” karena prosesnya logis dan bersifat analisis dengan mengurainya dalam bentuk konseptual yang sistematis. Pencapaian keadaan “meyakini” seharusnya tidaklah hanya dipersempit dengan pendekatan rasio semata. Kegiatan akal dalam berpikir sebenarnya juga meliputi intuisi dalam memahami realitas selain rasio. Selain bahasa argumentasi (rasio) yang dimiliki oleh akal adalah bahasa hati (intuisi). Kedua bahasa digunakan oleh akal hingga menghantarkan kepada “keyakinan”. Bahasa argumen dianut setia oleh ilmuwan, dan sering digunakan oleh ahli pikir sedangkan bahasa hati dianut setia oleh para ahli jiwa dan sering digunakan oleh ahli kebajikan.
Akal memiliki pendekatan rasio dan intuitif. Pendekatan rasio senantiasa dimengerti (logis) hingga jadi bagian untuk memahami sedangkan pendekatan intuitif senantiasa jelas (terang) dengan sendirinya dapat dimengerti karena kejelasannya hingga kemudian jadi bagian untuk memahami. Kesatuan dalam memahami hingga sampai pada suatu keadaan meyakini adalh kegiatan akal. Kenyataannya kebanyakan manusia memiliki rasio yang tidak tajam dan intuisi yang tidak jelas.
Subjek individu yang berkecendrungan menggunakan rasio senantiasa mengasah potensi rasionya dengan berpikir secara “penalaran”. Sedangkan individu yang berkecendrungan menggunakan intuisi senantiasa memperjelas perasaan(hati)nya. Pendekatan rasio diperoleh dengan proses belajar dan mengajar, diskusi ilmiah, pengkajian buku, pengajaran seorang guru, dan sekolah. Ada proses penguraian berdasar sebab akibat yg mudah dipahami pikiran scr alam pikiran sadar. sedangkan pendekatan intuisi, penajamannya diperoleh dengan penapakan mistikal, penitian jalan-jalan keagamaan, dan penelusuran tahapan-tahapan spiritual. Yang prosesnya lebih kpd mekanisme alur pikiran bawah sadar yg terkadang sulit terceritakan dgn pikiran sadar.
pertentangan bentuk pola dominan berpikir antar keduanya saling melontarkan opini bahwa ketika jika subjek individu yang mengandalkan rasio cenderung berkata “ intuisi tanpa konsep adalah buta” (delusi/ilusi) sedangkan subjek yang mengandalkan intuisi cenderung berkata “ rasio anda akan menipu anda tanpa anda sadari”. (sesat pikir). Tetapi sesungguhnya ketika keduanya saling melengkapi adalah kesatuan utuh (sama) dlm pengertian yg membenarkan (konsistensi), menyempurnakan (saling mengisi) dan lebih menjelaskan alias pemahaman yg tdk tersekat/terbelunggu krn keterbatasan,sudut pandang atau kekondisian.
Harus disadari keduanya adalah alat pengetahuan yang senantiasa kita olah tanpa disadari dan kenyataanya kita kurang mengenalinya hingga tumpul rasionya dan buram intuisinya hingga tidak terkategori sebagai orang yang berakal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H