Eksistensialisme adalah suatu filsafat yang menolak pemutlakan akal budi dan menolak pemikiran-pemikiran abstrak murni. Eksistensialisme berupaya untuk memahami manusia yang berada di dalam dunia, yakni manusia yang berada pada situasi yang khusus dan unik. Beberapa pendapat tentang eksistensialisme ialah sebagai berikut:
1. Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist. Kata exist itu sendiri adalah bahasa Latin yang artinya: ex; keluar dan sistare; berdiri. Jadi eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri.
2. Eksistensi mengandung pengertian ruang dan waktu, eksistensi merupakan keadaan tertentu yang lebih khusus dari sesuatu, dalam arti bahwa apa pun juga yang bereksistensi tentu nyata ada tetapi tidak sebaliknya.
3. Yang dimaksud dengan eksistensi ialah cara orang berada di dunia.
4. Menurut Jean Hendrik Repper yang dikutip Blackham mengatakan bahwa eksistensialisme adalah suatu filsafat keberadaan, suatu filsafat pembenaran dan penerimaan dan suatu penolakan terhadap usaha rasionalisasi pemikiran yang abstrak tentang kebenaran.
Dari beberapa perbedaan pandangan tersebut di atas tentang definisi eksistensialisme maka hal ini dapat dikatakan bahwa eksistensialisme adalah filsafat yang mempunyai arti dalam segala (gejala) yang berdasar dan berpangkal pada eksistensinya. Pada umumnya kata “eksistensi” berarti keberadaan, akan tetapi dalam filsafat eksistensialisme ungkapan eksistensi mempunyai arti yang khusus. Namun demikian ada hal yang dapat disepakati bersama yakni menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral.
Yang dimaksud dengan filsafat eksistensi adalah benar-benar sebagaimana arti katanya, yaitu filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral (cara manusia berada di dalam dunia). Cara manusia berada di dunia berbeda dengan cara beradaannya benda-benda. Benda-benda tidak sadar akan keberadaannya juga yang satu berada disamping yang lain, tanpa hubungan. Tidak demikian dengan cara manusia berada. Manusia berada bersama-sama dengan benda-benda itu, dan benda-benda menjadi berarti karena manusia. Disamping itu manusia ber artinya ialah bahwa manusia subyek. Subjek berarti menyadari atau yang sadar, dan benda-benda yang disadarinya disebut objek.
Adapun filsafat eksistensialisme rumusannya lebih sulit dari pada eksistensi. Sejak muncul filsafat eksistensi, cara wujud manusia telah dijadikan tema sentral pembahasan filsafat, tetapi belum pernah ada eksistensi yang secara radikal menghadapkan manusia kepada dirinya seperti pada eksistensialisme. Untuk membedakan dua cara berada ini di dalam filsafat eksistensialisme dikatakan bahwa benda-benda “berada” sedangkan manusia “bereksistensi”. Jadi hanya manusialah yang bereksistensi.
Eksistensialisme tidak mencari tidak mencari esensi atau subtansi yang ada dibalik penampakan manusia, melainkan kehendak mengungkap eksistensi manusia sebagaimana yang dialami oleh manusia itu sendiri. Esensi atau subtansi mengacu pada sesuatu yang umum, abstrak, statis sehingga menafikan sesuatu yang konkret, individual, dan dinamis. Sebaliknya, eksistensi justru mengacu pada sesuatu yang konkret, individual dan dinamis. Oleh karena itu kata eksistensi diartikan: manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya, manusia sadar bahwa dirinya ada. Ia dapat meragukan segala sesuatu disekitarnya dihubungkan dengan dirinya (mejaku, kursiku, temanku dan sebagainya). Di dalam dunia manusia menentukan keadaanya dengan perbuatan-perbuatannya. Ia mengalami dirinya sebagai pribadi. Ia menemukan pribadinya dengan seolah keluar dari dirinya sendiri dan menyibukkan diri dengan apa yang di luar dirinya. Ia menggunakan benda-benda yang di sekitarnya. Dengan kesibukannya itulah ia menemukan diri sendiri. Ia berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya dan sibuk dengan dunia di luarnya. Demikianlah ia bereksistensi.
Eksistensialisme merupakan filsafat yang bersifat antropologi, karena memusatkan perhatiannya pada otonomi dan kebebasan manusia. Maka, sementara ahli memandang eksistensialisme sebagai . Menurut Zubaedi yang dikutip dari Horal Titus dalam buku “Living Issues in Philosofhy”, Kalangan eksistensialis membedakan antara eksistensi dengan esensi. Eksistensi adalah keadaan aktual yang terjadi dalam ruang dan waktu. Eksistensi menunjukkan kepada “suatu benda yang ada di sini dan sekarang”. Dengan demikiankeberadaan suatu benda terikat dengan waktu, maka setiap benda memiliki waktu dan batasan tersendiri dalam memunculkan keberadaannya. Eksistensi berarti bahwa jiwa atau manusia diakui adanya atau hidupnya. Sementara esensi adalah kebalikannya, yaitu suatu yang membedakan antara satu benda dan corak-corak benda lainnya. Esensi adalah menjadikan benda itu seperti apa adanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI