Mohon tunggu...
Imbotz Ariozt
Imbotz Ariozt Mohon Tunggu... lainnya -

Seorang Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Haruskah Agama Itu Fanatik dalam Segala Hal?

21 Juli 2014   04:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:45 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan saya kali ini ingin berbagi sedikit pengalaman hidup saya mengenai agama (tidak ada unsur SARA). Kita ketahui sendiri negara kita adalah negara Ketuhanan, negara yang menjamin rakyatnya bebas memeluk agama yang diyakininya sesuai pasal 29 UUD 1945. Kita juga diajarkan untuk saling menghargai agama atau kepercayaan lainnya tentunya untuk kerukunan beragama. Memang negara kita ini (Indonesia) adalah negara yang luar biasa dalam keberagamannya, baik dari sisi ragam suku-budaya, dan sampai pada ragam agama. Dan memang sudah selayaknya manusia Indonesia yang memiliki ragam agama ini, dapat berpikir dewasa menerima keberagaman dan bukan mencari-cari perbedaan agama tersebut.

Nah, itulah dulu sekilas mengenai keberagaman agama yang "seharusnya" dijalankan oleh rakyat Indonesia yang memiliki Tuhan. Sekarang yang ingin saya bagikan adalah ketika terjadi keadaan keberagaman agama yg sangat mencolok dalam kehidupan saya (kehidupan sekarang, bukan yang dulu). Saya tidak perlu menyebut saya agama apa, dan Anda (pembaca) agama apa. Intinya saya punya Tuhan dan begitu juga dengan Anda. Yang perlu saya perjelas disini seperti topik awal di atas, apakah perlu fanatik dalam hidup beragama?. Seperti kehidupan nyata yang betul saya alami, ada segelintir teman yang "katanya" beragama, masih menganggap terlalu tinggi ajaran agamanya dihadapan teman-temannya sendiri, haruskah demikian?. Misalnya yang saya lihat, mereka sering kali melaksanakan ibadahnya berharap mendapat suasana lingkungan yang sempurna, artinya mereka "katanya" tidak boleh mendengar "secuil"pun suara pada saat menjalankan ibadahnya. Apakah harus demikian? Karena menurut saya doa dalam ibadah yang kita jalankan adalah untuk berkomunikasi dengan Tuhan kita, dan Tuhan pasti akan mendengarkan kita ketika kita memang sungguh-sungguh melakukannya. Tidak ada kaitannya dengan harus berdoa di tempat yang kedap suara contohnya (studio musik cocok?). Yah, begitulah yang saya alami sekarang, mereka yang segelintir itu, sering menegur dengan istilah "sssssthhh...!!!" setiap kami ribut (dengan suara pelan sebenarnya) ketika mereka ibadah. Dan kami hanya bisa berkata, "aduuh maaf bro *sambilSenyumSinis*". Padahal dalam hati kami, tidak ada kami menyinggung ibadah mereka dan tidak ada memaki-maki ibadah mereka. Seharusnya biarlah mereka berdoa pada Tuhannya, karena dia bukan Tuhan jika Dia tidak bisa mendengar doamu dengan sungguh-sungguh, walau bagaimanapun keadaan lingkunganmu. Demikianlah seterusnya kejadian yang masih sering terjadi beberapa hari belakangan ini.

Inilah yang perlu kita dewasakan pemikiran kita mengenai keberagaman agama tersebut. Sering kita beranggapan agama kitalah yang selalu benar, dan agamamu selalu salah. Jangan pernah katakan agama itu berbeda, cukup katakan agama itu memiliki keberagaman. Dan kita manusia yang beragama, marilah kita saling berpikir dewasa, untuk apa kita selalu mengagung-agungkan agama? Cukuplah kita menjalankan agama kita dan mengagungkan Tuhan kita, bukan agama tetapi Tuhan. Sekali lagi saya perjelas, "Agungkanlah Tuhan-mu, bukan Agama-mu". Agama itu hanya jalan, jangan terlalu berpikir fanatik untuk agamamu, karena Tuhan dalam agama apapun itu tidak pernah menganjurkan itu padamu.

Itulah dulu sedikit tulisan (atau bisa juga dibilang curhatan :D) yang saya alami sekarang ini. Sekali lagi saya katakan tidak ada bentuk Sara dalam tulisan ini, hanya untuk saling memperbaiki diri, dan mohon maaf apabila ada kesalahan kata dalam tulisan. Semoga bermanfaat bagi semua, dan damailah negeriku Indonesia..
S

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun