Keempat, akselerasi pengembangan infrastruktur ekonomi di wilayah perdesaan menjadi hal krusial. Hal ini mencakup pembangunan infrastruktur dasar, pengembangan akses pasar, dan fasilitasi konektivitas antarwilayah. Infrastruktur tidak hanya bermakna fisik, tetapi juga infrastruktur digital yang dapat membuka akses informasi dan peluang ekonomi bagi masyarakat miskin.
Kelima, perlu dikembangkan skema kredit mikro yang inovatif dengan bunga rendah dan mekanisme pengembalian yang fleksibel. Skema ini harus disertai pendampingan berkelanjutan, tidak sekadar memberikan modal, tetapi juga membimbing pelaku usaha mikro dalam mengelola dan mengembangkan usahanya.
Keenam, pemerintah perlu mendorong terbentuknya klaster-klaster ekonomi berbasis potensi lokal. Misalnya, pengembangan klaster pertanian di wilayah perkebunan, klaster perikanan di wilayah pesisir, serta klaster ekonomi kreatif di perkotaan. Pendekatan klaster ini akan membantu meningkatkan nilai tambah ekonomi dan menciptakan ekosistem ekonomi yang inklusif.
Ketujuh, sistem perlindungan sosial perlu diperkuat dengan menjamin akses pendidikan dan kesehatan bagi keluarga miskin. Program beasiswa, jaminan kesehatan komprehensif, dan layanan pendidikan inklusif harus menjadi prioritas untuk memutus mata rantai kemiskinan antargenerasi.
Terakhir, diperlukan mekanisme koordinasi dan evaluasi yang ketat antarinstansi pemerintah. Setiap program penanggulangan kemiskinan harus memiliki indikator kinerja yang jelas, transparan, dan dapat diukur. Monitoring dan evaluasi berkala akan memastikan efektivitas program dan memungkinkan perbaikan berkelanjutan.
Upaya penanggulangan kemiskinan di Provinsi Lampung memerlukan komitmen bersama, koordinasi lintas sektor, dan pendekatan yang holistik. Kebijakan yang responsif dan berkelanjutan menjadi kunci keberhasilan program pemberdayaan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H