Terlihat seorang gadis berlari ke arah kursi itu dengan rasa bahagia, namun belum genap tiga puluh menit wajahnya berubah menjadi pucat dan menangis. Dari kejauhan, aku memandangnya dengan kasihan sekaligus penasaran ingin tahu.Â
Ah.... Sudahlah masalah hidup Mira sudah banyak, jangan membebani diri dengan kejadian tadi.
"Brummm...." Suara motor Mira terdengar kencang seperti mengajaknya pulang.Â
Ah.... Kembali lagi ke rumah, sebuah tempat kecil dan sederhana. Tanah merah dengan batu bata menghiasi rumah Mira. Mira membaringkan tubuhnya di kasur yang nampak lusuh karena sepreinya jarang dicuci. Entah mengapa bayangan gadis itu masih nampak dan hadir dalam lamunan Mira.
Kejadian itu telah menghantui Mira selama tiga hari. Mira merasa sangat bersalah. Entah.... Mira sendiri pun tidak tahu mengapa rasa bersalah itu terus hadir menamparnya setiap saat. "Ema" panggilan itu membuat Mira tersadar dari lamunannya. Astaga, Mira baru sadar bahwa sedang berada di sekolah, "Mira" sapa temanku lagi.Â
"Oh iya, ada apa?" tanya Mira. "Kantin yuk", tanya temannya.Â
"Ya" Mira jawab singkat seraya berjalan meninggalkan temannya.
"Eh Mira rasa kenal orang itu Dea" ucapnya. "Siapa?" tanya Dea.Â
"Itu yang lagi memegang mangkuk" ungkap Mira.
 "Oh, itu Nala dari kelas XII IPS" kata Dea.Â
"Hah Nala?" Mira mulai bertanya pada dirinya sendiri.Â