Mohon tunggu...
Fildzah Ayu Shabrina
Fildzah Ayu Shabrina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai Mahasiswa adalah kesibukan saya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Vice Versa (Tidak Ada Pengetahuan Tanpa Kekuasaan) oleh Foucault

25 Desember 2023   14:21 Diperbarui: 29 Desember 2023   20:28 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Michel Foucault adalah salah satu pemikir postmodernisme yang menyumbangkan ide dan pemikiran khas yang cukup berpengaruh dalam perkembangan pengetahuan manusia. Analisisnya yang kritis dan tajam tentang berbagai hal, sejarah, episteme, wacana, kekuasaan, dan pengetahuan mampu memberikan warna baru dalam pemikiran postmodernisme. Yang sejauh ini, pemikirannya masih menjadi bahan perdebatan yang hangat dan menarik.

Teori kekuasaan menurut Foucault, menurut pemikirannya mengenai kekuasaan selalu terotorisasikan melalui pengetahuan dan pengetahuan selalu mempunyai efek kuasa. Tidak ada pengetahuan tanpa kekuasaan (vice versa). Lebih jauh lagi, pengetahuan bukan hanya akumulasi linear dari kebenaran-kebenaran atau asal-usul rasio, tetapi juga meliputi seluruh bentuk diskoneksi, dispersi retakan, pergeseran akibat-akibatnya dan aneka ragam bentuk saling ketergantungan yang direduksi dalam aktus monoton dari fondasi yang terus menerus diulang-ulang. Sehingga orang yang mempunyai rasio yang tinggi ialah yang dapat berkuasa.

Dari sini, muncullah yang disebut dengan episteme, yakni keseluruhan relasi yang menyatukan praktek diskursif, pada suatu masa yang memunculkan pola-pola epistemologis, sains-sains dan sistem-sistem formal, cara-cara dimana maasing-masing formasidiskursif, transisi menuju epistemologisasi, keilmiahan dan formulasi-formulasi ditempatkan dan beroperasi, penyebaran ambang batas yang terpisahkan satu sama lain arena pergeseran waktu, relasi-relasi sampingan yang barang kali terdapat di antara pola-pola empistemologis sejauh relasi-relasi tersebut menjadi bagian dari praktek-praktek diskursif lainnya dan berbeda sama sekali dengan praktek diskursifnya sendiri. Dengan kata lain episteme bukan pengetahuan tetapi suatu proses yang membentuk atau menciptakan pengetahuan. Proses terbentuknya itu sendiri melaui beberapa tahap, yaitu positivitas, apriori dan arsip.

Menurut Foucault, Kekuasaan bukanlah sesuatu yang dimiliki ataupun kekuasan itu sebuah objek karena kekuasaan itu terletak pada relasi sehingga ia produktif menciptakan konsekuensi. Kekuasaan itu tersebar karena ia adalah sebuah sistem yang dinamis dan tidak tetap. Dalam Masyarakat modern kini, menurut Foucault kekuasaan tidak hanya dijadikan melalui discipline power tetapi justru cenderung menekankan pada cara-cara yang positif, substansi nya sebenarnya sama dengan discipline power namun kekuasaan itu dijalankan terhadap tubuh dengan membentuknya menjadi tubuh yang patuh dan berguna yang hanya dapat diketahui melalui efek-efek kekuasaan itu.

Foucault menampilkan suatu perspektif yang baru menurutnya kekuasaan bukan sesuatu yang bisa dimiliki, bahkan oleh kamu dominan sekalipun, tidak bisa dipengaruhi oleh kepenuhan hukum ataupun kebenaran, tidak tunduk pada teori politik normal, tidak bisa direduksi oleh representasi hukum, baginya kekuasan tidak terpusat pada satu orang atau sekelompok orang tertentu tetapi bentuknya tersebar Dimana mana karena merupakan suatu dimensi dari relasi yang Dimana ada relasi pasti disana terdapat kekuasaan. Sehingga setelah pengetahuan menjadikan relasi kuasa maka selanjutnya yang terjadi ialah keinginan untuk memimpin.

Faoucault menyebutkan dalam salah satu essainya bahwa penyebaran formasi diskursif dalam kerangka pembentukan rezim kuasa kebenaran yang sebelumnya dikatakan bersifat alamiah, ternyata tidak bisa lepas dan tidak bisa bebas dari limitasi, seleksi dan kontrol dari sekian banyak formasi non diskursif. Poin sentralnya adalah bahwa diskursus itu berbahaya dan kekuasaan berusaha mengontrolnya. Diskursus atau dengan kata lain disebut wacana ini, Foucault mendefinisikan ada empat domain dimana diskursus dianggap membahayakan, yakni: politik (kekuasaan), seksualitas (hasrat), kegilaan dan secara umum apa yang dianggap benar atau palsu. Sama dengan Nietzsche yang mengidentifikasikan “hasrat untuk kebenaran” dan “hasrat untuk berkuasa”. Foucault menolak bahwa ilmu pengetahuan itu dikejar untuk kepentingan ilmu pengetahuan itu sendiri, bukan untuk kepentingan kekuasaan. Diskursus tentang kegilaan, politik ataupun seksualitas terpahami selama diarahkan pada pencapaian kekuasaan. Dalam konteks ini kekuasaan diartikan secara represif dan kadangkala malah opresif. Yakni adanya dominasi antara subjek dan objek kekuasaan. Wacana menimbulkan kebenaran dan pengetahuan. Pengetahuan menimbulkan efek kuasa atau menciptakan kekuasaan. kekuasaan mendorong munculnya pengetahuan. Tidak ada pengetahuan tanpa kekuasaan dan tidak ada kekuasaan tanpa pengetahuan. Keduanya adalah dua sisi mata uang yang tak terpisakan.

Dari sini kita memahami sesuatu yang sangat krusial bahwa kekuasaan itu selalu memanfaatkan pengetahuan. Karena pengetahuan bagi orang-orang yang dikuasai itu adalah sesuatu yang objektif. Dan kita tidak sadar bahwa kita telah mengkonsumsi apa yang diseleksi oleh mereka dan dari sana kita tidak sadar akan mendukung kekuasaan dari mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun