Mohon tunggu...
Fildzah Rohmah
Fildzah Rohmah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terungkapnya Sindrom Ujian Nasional (UN)

31 Mei 2017   03:55 Diperbarui: 31 Mei 2017   04:23 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stres, tegang, gelisah, panik, khawatir dan takut menghadapi ujian merupakan gejala psikologis yang kerap mendominasi hati dan pikiran siswa. Tidak sedikit yang bersikap sebaliknya, terlihat acuh tak acuh dan santai. Sindroma menjelang ujian, tentu perlu dicermati dan diatasi secara tepat, baik oleh diri siswa sendiri, orang tua, maupun guru. Sindrom UN kerap menganggu kesehatan. Ada yang jadi gampang sakit, terlihat lesu dan sulit berkonsentrasi ketika belajar. “Takut tidak lulus” merupakan hal yang normal bagi setiap siswa, dan merupakan hal yang paling membebani mental para siswa. Upaya mengatasi dan meminimalisasi sindrom UN memerlukan upaya persiapan dan dukungan integral dari aspek material, moral, mental, psikologis, spiritual, intelektual dan emosional yang dilakukan semua pihak terkait, terutama pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan. Munculnya sindroma yang berulang-ulang dari tahun ke tahun adalah sebuah realita bahwa UN membebani banyak siswa, bahkan para guru dan orang tua siswa. UN memiliki tujuan yang ideal bagi proses pendidikan, terutama sebagai salah satu alat ukur keberhasilan pembelajaran formal. Namun dalam praktiknya, tingkat kesiapan dan kematangan tiap sekolah, guru dan siswanya berbeda-beda, bergantung kepada besar kecilnya kendala yang dihadapi masing-masing.

Istilah UN seolah-olah sudah menjadi nama yang menyeramkan bagi siswa, gejolak mental para siswa menjadi begitu mencekam, terjadi perubahan perilaku berupa gangguan kesehatan mental bagi yang tidak lulus, mulai dari yang ringan, menangis, histeris, yang berat berupa pingsan, bunuh diri, sampai tindakan anarkis dalam bentuk perusakan fasilitas sekolah yang sebenarnya sangat mereka cintai dan seharusnya menjadi kenangan indah mereka. Bahkan Kementrian Pendidikan Nasional RI (Kemendiknas) segera membuka Posko Penanggulangan Trauma Stres yang dibangun disetiap Perguruan Tinggi Negeri (PTN) bagi siswa peserta UN yang mengalami ketegangan hebat dan tekanan berat akibat UN. Posko tersebut didirikan di PTN yang berada di luar pulau Jawa, yaitu di Pulau Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Di setiap posko disiapkan psikologi yang siaga dan akan membantu siswa peserta UN yang mengalami stres, sehingga bisa kembali tenang.

Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis. Semua hambatan tersebut dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapai siswa berada di bawah standar yang semestinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun