Setelah kejadian-kejadian aneh yang beruntun menimpa kami di rumah misterius itu, akhirnya satu tahun pun berlalu. Tentu saja kami tidak memperpanjang kontrak rumah itu. Kami rencananya akan mencari tempat kos baru. Saat itu kami merasa seperti tawanan yang baru saja keluar dari rumah tahanan. Lega sekali. Bahkan tak pernah kami merasakan kelegaan seperti ini sebelumnya. Akhirnya kami bisa terbebas dari ketakutan yang terus melanda kami hampir tiap malam selama satu tahun.
Salah satu kejadian yang paling kami ingat adalah saat Fajar melihat ada yang mondar-mandir di depan jendel. Dia mengira aku dan Firman sedang mengerjainya. Padahal saat itu kami berdua sedang tidak di rumah tapi sedang makan di warung angkringan. Kejadian-kejadian lain seperti saat Rizal diganggu bayangan hitam di dapur (baca: Ada yang tidak beres dengan dapur itu) ) membuat kami semakin penasaran dengan dapur yang ada di sebelah garasi itu. Selama satu tahun kami tinggal disitu, Pak Kamto (pemilik rumah) tak pernah cerita apapun kepada kami tentang rumah itu.
Saat hari terakhir kami di rumah itu, setelah selesai mengemasi semua barang, kami berkunjung ke kediaman Pak Kamto di desa sebelah. Kami hendak berpamitan sekaligus mengucapkan terima kasih. Bagaimanapun juga, ia sudah berbaik hati menyewakan rumahnya dengan harga sewa yang terbilang sangat murah saat itu.
Saat mengunjungi kediaman Pak Kamto, kami menceritakan kejanggalan-kejanggalan yang kami temui selama satu tahun tinggal di rumah kontrakan itu. Setelah mendengarkan cerita-cerita kami, tak ada tanggapan darinya. Ia tetap tutup mulut. Kami pun tak memaksanya untuk buka suara.
Setelah kami berpamitan, kami justru semakin penasaran. Kami yakin ada sesuatu yang disembunyikan oleh Pak Kamto. Tidak mungkin dia tidak tahu tentang keanehan rumah itu. Malamnya kami ke warung angkringan langganan kami. Warung ini terletak tak jauh dari bekas rumah kontrakan kami itu. Hanya sekitar 1 km. Kami bermaksud untuk menceritakan semuanya ke penjual angkringan yang memang sudah akrab dengan kami. Kebetulan rumahnya masih satu kelurahan dengan rumah itu. Siapa tau ada sesuatu yang dia ketahui.
Kami berlima pun bersemangat sekali menceritakan semuanya ke penjual angkringan. Dia juga terlihat antusias mendengarkan cerita kami sambil sedikit memberikan senyuman sinis. Sepertinya dia mengetahui sesuatu yang memang sedang kami cari tau. Dia menunggu cerita kami sampai habis sebelum memberitahu kami sesuatu.
“Emang Pak Kamto nggak ngasih tau apapun?” Tanya penjual angkringan.
“Bahkan sampai kami pamitan tadi siang, dia tetap nggak ngasih tau apa-apa, Bang.” Jawab Firman semangat sekali. Dia seperti tidak sabar mendengar si penjual angkringan membongkar rahasia.
“Tahun lalu sebelum kalian tinggal di situ, yang menempati rumah itu mahasiswa juga. Sama seperti kalian. Tapi nggak seperti kalian yang bisa tahan sampai satu tahun, mereka hanya sampai beberapa bulan saja. Habis itu keluar. Padahal ngontraknya satu tahun juga.” Ujar penjual angkringan.
“Mereka keluar kenapa, Bang?” Tanyaku penasaran.
“Berita yang beredar, mereka sering diganggu kalo malam, terutama di dapur. Sebenarnya sudah lama aku mau cerita ke kalian, tapi kaliannya yang nggak pernah cerita duluan. Jadi aku pikir kalian baik-baik saja.” Ujar penjual angkringan lagi.
Kami belum mendapat informasi yang jelas dari penjual angkringan. Ternyata hanya itu yang dia tau tentang rumah itu. Yang kami ingat dari ceritanya, penghuni rumah itu sebelum kami juga sering diganggu di dapur. Kami jadi ingat kejadian saat Yayan, salah seorang teman kuliah Rizal, melihat ada orang di dapur (Baca: Ada orang di dapur). Padahal, tidak ada satu pun dari kami yang ada di rumah saat itu. Sepertinya dapur itu memang menyimpan sebuah misteri yang belum kami ketahui.
***
Malam itu, setelah mampir di warung angkringan, kami berkumpul di kos barunya Firman. Dia dapat tempat kos baru yang letaknya tak jauh dari kampusnya. Saat itu ada ayahnya juga disitu. Pak Hasan namanya. Beliau ke Jogja untuk membantu Firman memboyong semua barang-barangnya ke kos barunya.
Di saat kami sudah tidak berniat lagi mencari tau tentang rumah misterius itu, justru Pak Hasan tiba-tiba bercerita tentang rumah itu. Kami sungguh tak menduga sama sekali, beliau ternyata sudah tau tentang misteri rumah itu sejak awal. Sambil duduk santai dan minum kopi, beliau mulai bercerita.
“Dulu, saat hari pertama kalian di rumah itu, saat saya ke situ untuk membawa barang-barangnya Firman, saya mampir ke warung Pak RT untuk beli rokok. Setelah beli rokok, saya tiba-tiba diminta untuk duduk sebentar di rumahnya. Saya sendiri awalnya nggak tau maksudnya apa.” Ujar Pak Hasan pelan.
“Terus, terus?” Tanya Firman semakin penasaran. Persis seperti anak TK yang sedang mendengar cerita dari gurunya.
“Pak RT mengingatkan agar saya menyuruh kalian untuk berhati-hati di rumah itu. Makanya saya selalu menyuruh kalian untuk tekun beribadah dan jangan neko-neko di rumah itu.” Kata Pak Hasan melanjutkan.
“Kenapa Pak RT menyuruh kami untuk hati-hati di rumah itu, Pak?” Tanya Purwanto
“Takutnya penunggu rumah itu marah.” Kata Pak Hasan.
Kami terhenyak dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Pak Hasan. Rupanya rumah itu ada penunggunya. Untung kami baru tau sekarang. Kalo sejak awal sudah dikasih tau, tidak mungkin kami mau setahun tinggal di situ.
“Saya sengaja nggak ngasih tahu kalian sejak awal, biar kalian nggak mendadak minta pindah kontrakan. Kan sudah susah-susah nyari rumah kontrakan yang murah. Sudah dibayar juga kan uang sewanya waktu itu.” Kata Pak Hasan melanjutkan.
“Terus apa lagi yang dibilang Pak RT, Pak?” Tanyaku lagi.
“Dia bilang, kalian harus hati-hati terutama di dapur. Dulu pernah ada perempuan hamil yang bunuh diri di situ gara-gara laki-laki yang menghamilinya tidak mau tanggung jawab dan hilang entah kemana.” Kata Pak Hasan lagi.
Mendengar cerita Pak Hasan, kami terdiam, tidak tau harus bilang apa. Lagi-lagi kami dibuat merinding. Kami seperti tidak percaya kami telah tinggal di sebuah rumah semenyeramkan itu selama satu tahun. Kami hanya merasa sangat bersyukur akhirnya kami telah melewatinya. (fila174) [caption id="" align="aligncenter" width="403" caption="Misteri itu Terungkap"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H