Mohon tunggu...
Fikri Zikri
Fikri Zikri Mohon Tunggu... -

betawi asli,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Arcandra, Bakri dan Pohon Besar di Papua (1)

14 Agustus 2016   23:36 Diperbarui: 16 Agustus 2016   00:49 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menteri ESDM Arcandra lagi jadi sorotan publik berkait status kewarganegaraannya. Anda tinggal gugel, banyak yang menghujat, tak jarang yang membela.Saya hanya ingin menulis yang saya tahu. Archandra angkatan 89 ITB, jurusan Teknik Mesin. 27 tahun silam, tepatnya 5 agustus 1989, Arcandra disuguhi aksi nekad sejumlah senior ITB . Mereka antara lain, Jumhur Hidayat (mantan ketua BNP2TKI), almarhum Ondos (politisi PDIP), Syahganda dan Fajroel Rachman. Saat Jenderal Rudini membuka pidato penataran P4, sejumlah aktivis yang duduk di barisan paling depan Gedung seraba Guna, justru meninggalkan .

Bagaimana reaksi Arcandra? Ah saya tidak tahu .Saya juga tidak tahu Arcandra duduk di mana saat itu. Tapi saya boleh berharap keberanian senior2 ITB yang berjuang melawan penindasan Orde Baru saat itu bisa menjadi inspirasinya kelak saat menjadi pemimpin. Pemimpin yang tidak diprotes karena kebijakannya tidak memihak rakyat.

Sembilan tahun kemudian, Mei 1998 reformasi mencapai puncaknya di Indonesia. Arcandra saat itu berada di USA , melanjukan kuliah dan bekerja di sana. Saya tidak tahu, apakah Arcandra pernah secara langsung melihat kondisi nasib rakyat di pelosok negeri pasca reformasi?. Yang saya tahu,di FTUI pun ada yang mungkin secerdas Archandara ,Bakri namanya . Bakri yang bersama-sama temannya aktif dalam aksi-aksi unjukrasa 98 tesrbut, kini memilih melatih para pemuda desa membuat lampu led sendiri.

Satu kali, saat mengerjakan sebuah proyek di Mokondama Papua, bakri dihampiri seroang kepala suku. Kepala suku dan warganya heran, di ketiadaan Listrik, tetapi lampu yang dibawa Bakri bisa menyala terang. Dan akhirnya, Sang kepala suku itu pun takjub dan memohon Bakri menukar lampunya dengan sebuah pohon besar. “Kakak, tukar lampunya dengan pohon besar itu, harganya pernah ditawar 180 juta ” ujar sang kepala suku sambil menunjuk sebuah pohon . Bakri pun terdiam. “Bagaimana bisa membawa pohon yang diamaternya kira2 1,5 meter tersebut”. Lampu pun akhirnya diserahkan, tentu pohon tetap berdiri di tempatnya.

Esoknmya, Bakri ditemui kepala suku lain meminta lampu yang sama. Tapi bakrie tak ada lagi lampu sisa. Bakri kemudian diajak menyusuri sungai kecil. Di satu titik, Sang kepala suku berhenti dan menyerok batu memakai sebuah wadah. “ Ini kakak, emas ini buat kakak. Tapi kakak bawa dulu lampunya lagi, nanti tukar ini! “ ujar sang kepala suku. Bakri pu terbelalak antara yakin dan tidak… Sang kepala suku berjalan meninggalkan Bakri yang masih terhenyak...

…………..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun