Gelombang badai silih berganti dengan keteduhan yang nyaman. Pelayaran abadi kehidupan pun terus berlanjut, sementara sedih dan senang silih datang bergantian menerpa jiwa dan tubuh yang belum dalam kondisi “sehat secara utuh”.
Orang tua tetap menjadi nahkoda penakluk segala perubahan cuaca, yang semakin tangguh berkelit melintas badai, maupun tabah untuk tetap tersenyum menghadapi keteduhan yang mengandung bibit topan. Tapi itu dulu, dan kini ?
Masih tepat seperti biasanya, lagi-lagi ia datang tepat pada waktunya, pukul 2 siang hari. Padahal hari ini hujan turun amat lebat. Rupanya itu tak menggangu prinsip hidupnya untuk bisa menjadi orang yang selalu datang tepat waktu sebagaimana janji yang telah terlontar dari mulut busuknya. Maaf berbicara seperti ini, sebab aku tak tahan kalau mengingat sikap buruknya terhadap keluargaku. Tapi aku jujur mengakui, ini salah satu kelebihan diantara berjuta kekurangan yang ada pada sosok pria yang memiliki tubuh gagah nan kekar.
Aku hidup dengan Emak yang berumur kurang lebih 50 tahun dan satu kakak perempuan yang telah berumur 17 tahun. Aku sendiri baru berumur 15 tahun. Aku dan kakak berhenti sekolah karena tak memiliki biaya. Jangankan untuk biaya sekolah, dapat makan satu kali sehari saja sudah beruntung.
Kami hidup sebatang kara setelah Bapak pergi untuk selama-lamanya. Melihat kenyataan itu, Emak kini dilanda sakit. Tak tahu apa jenis penyakitnya. Sebab, semua dokter bingung dengan penyakit yang didera Emak. Katanya:“Penyakit Emak, tak ada dalam dunia kedokteran”.
Aku jadi heran oleh penjelasan Dokter. Memang tidak ada yang aneh dalam fisiknya. Semua terlihat normal. Tapi kalau sudah menjelang malam, rasa sakit itu tiba-tiba datang menghampiri. Biasanya Emak akan mengerang keras menahan sakit yang berpusat di kepala, kadang juga di perut.
Sehari-hari aku dan kakak bekerja di jalan raya menjual Koran. Terkadang kalau Koran sudah terjual habis kakak menyelingi dengan bekerja sebagai pengamen bersama dua kawannya. Kakak memang bercita-cita banget ingin menjadi penyanyi. Ia ingin seperti Siti Nurhaliza, artis Malaysia yang memiliki suara merdu. Setiap hari kakak selalu bersenandung mengasah suaranya. Berharap vokalnya kian merdu dan enak untuk didengar.
##
Ia berdiri di depanku, dan langsung meminum habis air teh yang kusediakan. Aku jadi dibuat terperanjat oleh sikapnya. Bayangkan, air teh yang kusediakan adalah air yang baru saja kuseduh. Aku jadi tak habis pikir olehnya. Kekaguman ku kepadanya karena telah mempertahankan prinsip untuk menjadi orang tepat waktu, bertambah setelah melihat kesaktiannya meminum air yang baru saja dimasak. Subhanallah.
Ia lalu memanggil dan mempertanyakan kemana kakakku yang bernama Biyanca berada. Setahunya, sudah dua bulan ini ia tak melihat paras ayu nan elok milik wanita-wanita melayu yang ada pada kakak. Aku diam ditanya hal itu. Ia tak tahu sebenarnya kakak sudah pergi lama meninggalkan rumah untuk menghindari lelaki hidung belang yang ada di depan mataku ini.
Berdalih keluarga kami tak mampu membayar utang, ia meminta tebusan dengan tubuh dan jiwa kakakku. Sungguh lelaki tak tahu malu. Asal tahu saja, di rumahnya yang mirip istana presiden di Bogor itu sudah tertampung 3 orang istri berparas ayu nan seksi. Belum lagi, keberadaan wanita-wanita di sampingnya yang tak memiliki status jelas dengannya. Sungguh memalukan lelaki seperti ini. Semoga Tuhan cepat membuka pintu hatinya.