Entah sudah berapa lama aku berada di ruang mirip kamar kos saat kuliah dulu. Bedanya tak ada rak buku yang terpampang di pojok, tempat biasa aku menghabiskan waktu dari kesuntukan aktivitas kampus.
Ruang yang ku tempati sekarang hanya ada tikar lusuh yang berfungsi sebagai alas aku shalat atau sekedar merebahkan diri dengan kepalan tangan sebagai bantal. Tak ada lampu, hanya sinar matahari atau rembulan yang masuk lewat celah-celah jendela atau tembok.
Seperti saat ini. Aku yakin sekarang siang hari, kalau diukur dengan jam, ku perkirakan antara pukul 13.00 sampai 14.00. Ini karena cahaya matahari banyak yang masuk menyinari ruang yang membuatku pusing setiap terena sinar.
Aku berdiri, tapi tak sanggup. Lututku tampak memar. Darah kering masih membekas di kening dan beberapa bagian tangan. Aku ingin teriak tapi tak bisa. Hanya erangan yang nyaris tak terdengar.
Cacing-cacing dalam tubuh kurusku sedang demo. Terdengar suara krucuk berulang. Aku pun lantas mengelusnya. Berusaha merayu untuk tidak mengeluarkan bunyi berujung panggilan.
Kreeeeek... krekkkk..
Terdengar seperti orang yang sedang membuka pintu. Aku mencoba teriak kembali, masih belum bisa. Tapi aku tak mau putus asa.
Tak berapa lama pintu terbuka, namun belum melihat siapa gerangan yang datang aku sudah tergeletak kembali karena kelelahan berteriak.
##
"Alhamdulillah sudah sadar" samar terdengar suara dari seseorang yang ku kenal saat mulai membuka kedua mata.
Ada dua anakku, orang tua, dan juga istri tercinta ketika kedua mata ini terbuka lebar. Istriku menangis dengan menggenggam telapak tanganku. Yang lain ku perhatikan mulai mengembangkan senyum.