Pelestarian kearifan lokal merupakan isu yang semakin penting di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang terus berkembang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pengenalan dan penggunaan budaya lokal secara aktif, termasuk batik sebagai warisan budaya Indonesia. Program kerja Himpunan Mahasiswa (HIMA) Ilmu Informasi dan Perpustakaan (IIP) di Universitas Airlangga, yang mewajibkan penggunaan batik setiap hari Senin, adalah salah satu langkah konkret untuk menjaga keberlanjutan warisan budaya ini.
Efektivitas Program Penggunaan Batik
Program ini mendapatkan beragam tanggapan positif dari mahasiswa lintas prodi. Banyak yang sepakat bahwa penggunaan batik secara berkala dapat menjadi langkah kecil namun berdampak besar dalam melestarikan budaya lokal. Menurut salah satu mahasiswa, batik bukan sekadar pakaian, melainkan simbol cinta tanah air dan upaya mempertahankan identitas bangsa.
"Penggunaan batik itu pasti berpengaruh ke budaya kita sendiri, apalagi rumornya juga mau diklaim oleh negara lain. Kita sebagai generasi muda harus mempertahankannya," ungkap seorang mahasiswa Ilmu Informasi dan Perpustakaan (IIP).
Mahasiswa dari program studi lain juga menyambut baik program ini. Dyandra, mahasiswa Ilmu Politik, menyatakan, "Menurut aku, program ini oke karena bisa membantu kita lebih mengenal kearifan lokal nusantara." Bahkan mahasiswa yang awalnya tidak tahu tentang program ini, seperti mahasiswa Sosiologi, merasa tertarik setelah mendengar penjelasan lebih lanjut.
Partisipasi Mahasiswa dan Tantangan Pelaksanaan
Partisipasi mahasiswa dalam program ini relatif tinggi. Sebagian besar responden mengaku tidak merasa terbebani dengan kebijakan tersebut. "Aku tidak keberatan karena tidak setiap hari juga memakai batik" ujar seorang mahasiswa IIP.
Namun, ada tantangan dalam pelaksanaannya, seperti diungkapkan oleh salah satu mahasiswa baru, Sehan, "Dari segi perencanaan, program ini sudah efektif, tapi dari pelaksanaan masih belum maksimal karena masih banyak mahasiswa yang lupa atau malas memakai batik."
Tantangan ini menunjukkan perlunya sosialisasi lebih masif agar program ini dapat berjalan optimal. Beberapa mahasiswa mengusulkan sosialisasi yang lebih luas dan merata agar lebih banyak mahasiswa memahami pentingnya program ini.
Ide dan Saran untuk Pengembangan Program
Selain penggunaan batik, para mahasiswa mengusulkan berbagai ide kreatif untuk melestarikan kearifan lokal di kampus. Salah satunya adalah program cultural performance, di mana mahasiswa dari berbagai latar belakang budaya menampilkan seni dan tradisi daerah mereka.
Ada juga usulan untuk memperkenalkan pakaian adat atau berkain dalam momen-momen tertentu. "Memakai kain batik mungkin lebih mudah diterapkan karena gen Z lebih suka dengan gaya seperti itu," tambah Sehan.
Mahasiswa Sosiologi juga menyarankan agar batik tidak hanya digunakan dalam bentuk pakaian formal. "Batik bisa dikreasikan dalam bentuk casual sehingga lebih menarik bagi generasi muda," ujar mereka.
Program penggunaan batik di lingkungan kampus tidak hanya memberikan manfaat simbolis tetapi juga memperkuat rasa cinta terhadap budaya lokal di kalangan mahasiswa. Meski masih menghadapi tantangan pelaksanaan, program ini memiliki potensi besar untuk untuk terus dikembangkan. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa, dosen, dan organisasi kampus, menjadi kunci keberhasilan program ini.
Langkah-langkah tambahan seperti sosialisasi yang lebih intensif, perluasan partisipasi lintas prodi, dan inovasi kreatif dalam pelestarian budaya dapat menjadikan program ini sebagai model yang dapat diadopsi oleh kampus-kampus lain di Indonesia. Melalui upaya kolektif ini, batik tidak hanya akan menjadi simbol budaya tetapi juga bagian dari kehidupan sehari-hari mahasiswa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H