Distopia. Kata ini mungkin terdengar seperti istilah keren dari novel-novel fiksi ilmiah. Tapi tunggu dulu, apakah kita sudah memperhatikan tanda-tanda kecil bahwa Indonesia mungkin sedang berjalan menuju babak cerita kelam ala George Orwell? Mari kita tela'ah lebih jauh,
Ah, pembangunan! Kata ajaib ini sering dijadikan mantra untuk melegitimasi apa pun, termasuk mengambil tanah masyarakat kecil atas nama "kepentingan umum." Lihat saja kasus yang terjadi akhir-akhir ini. Dengan dalih membangun infrastruktur strategis, masyarakat harus rela melihat tanah mereka dibeli dengan harga miring, bahkan disebut-sebut sangat serendah.
Mereka yang sudah hidup selaras dengan lingkungan selama bertahun-tahun tiba-tiba dianggap seperti pengganggu. Bagaimana dengan hak mereka? Oh, tentu saja itu hanya detail kecil yang sering terabaikan dalam proposal bisnis.
Kita melihat pemandangan distopia yang sangat klasik: aparat keamanan yang seharusnya melindungi rakyat, justru hadir untuk mengusir mereka. Dengan gas air mata dan tindakan represif, masyarakat dipaksa meninggalkan tanah yang mereka sebut rumah selama bertahun-tahun.
Bukankah ini mengingatkan kita pada cerita distopia di mana negara dan korporasi bersatu untuk mengontrol rakyat? Jika ini adalah babak baru dari "pembangunan," maka jelas siapa yang jadi pemeran utama: bukan rakyat, tapi para investor besar.
Dengan dalih Proyek Strategis Nasional (PSN), berbagai proyek swasta besar kini mendapatkan prioritas tinggi, termasuk dukungan dari APBN. Namun, di balik slogan-slogan besar ini, ada pertanyaan sederhana: siapa sebenarnya yang diuntungkan?
Kita melihat proyek-proyek ini sering kali membawa lebih banyak kerugian bagi rakyat kecil daripada manfaat. Kalau ini yang disebut strategi pembangunan, mungkin kita harus bertanya ulang: apakah strategi ini benar-benar dirancang untuk bangsa, atau hanya untuk kelompok tertentu?
Potensi Distopia dan Indikatornya
Beberapa kondisi di Indonesia saat ini mungkin memunculkan kekhawatiran bahwa distopia bisa menjadi kenyataan:
1. Ketimpangan Sosial dan Ekonomi
- Ketimpangan kekayaan yang semakin melebar menunjukkan bahwa sebagian besar kekayaan negara hanya dikuasai oleh segelintir elite. Hal ini menciptakan jurang besar antara yang kaya dan miskin, yang dapat memicu ketidakstabilan sosial.
- Contoh: Kelangkaan akses terhadap pendidikan dan kesehatan berkualitas bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.