Pembelian besar-besaran investor asing terhadap Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia belakangan ini telah menarik perhatian luas. Di satu sisi, pembelian ini mengindikasikan kepercayaan terhadap ekonomi Indonesia, namun di sisi lain, fenomena ini juga memunculkan sejumlah kekhawatiran, terutama dalam pandangan ekonomi Islam yang menjunjung kedaulatan dan keadilan ekonomi.
Investor asing dilaporkan memperpanjang periode pembelian SBN RI selama enam bulan berturut-turut, dari Mei hingga Oktober, menandai rekor terpanjang sejak 2017. Menurut data dari Kementerian Keuangan, terjadi lonjakan signifikan, terutama pada bulan Agustus 2024 yang mencapai Rp38,7 triliun. Kenaikan ini dikatakan terkait dengan ekspektasi penurunan suku bunga global dan stabilitas fiskal dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Seiring dengan menurunnya tingkat inflasi, potensi penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia juga disebut memperkuat ketertarikan investor asing sebagai pengingat, dalam perspektif ekonomi Islam, ketergantungan pada dana asing dapat menggerogoti kedaulatan ekonomi negara jika tidak dikelola dengan hati-hati. Ekonomi Islam mengedepankan konsep maslahah (kesejahteraan umum) serta menghindari ketidakpastian atau gharar. Dalam kasus ini, meningkatnya pembelian SBN oleh asing berpotensi menimbulkan tantangan pada stabilitas ekonomi yang dapat memengaruhi masyarakat domestik, terutama jika terjadi arus modal keluar yang signifikan.
Kedatangan investor asing pada SBN tentu mendukung likuiditas dan stabilitas keuangan negara. Dalam kondisi seperti ini, aliran dana masuk menjadi jaminan akan terpenuhinya kebutuhan pemerintah terhadap pembiayaan pembangunan, tanpa harus membebani bank sentral. Pembelian besar-besaran juga diyakini meningkatkan kepercayaan investor domestik, mengingat para pemegang saham asing di pasar domestik dinilai sebagai katalis yang mampu mendorong daya tarik SBN bagi investor lokal.
Namun, ada aspek yang tidak kalah penting: ketergantungan pada pembiayaan luar negeri dapat menyebabkan masalah besar, terutama bila terjadi kondisi ekonomi atau geopolitik yang berubah drastis. Ekonomi Islam mengedepankan keadilan dan kemanfaatan bagi semua pihak, sementara aliran investasi asing yang besar justru dapat menyebabkan volatilitas tinggi di pasar modal. Bila sewaktu-waktu terjadi guncangan, ketergantungan pada investor asing dapat berujung pada arus modal keluar mendadak (capital outflow) yang bisa melemahkan nilai tukar rupiah dan menekan cadangan devisa.
Pandangan ini dikuatkan oleh pernyataan Head of Fixed Income Research, Handy Yunianto, yang menyebut bahwa ketidakstabilan mata uang masih menjadi ancaman bagi pembelian obligasi asing yang mendominasi pasar Indonesia saat ini. Penurunan bunga di AS yang diharapkan oleh banyak analis, termasuk Robeco Group, memang menarik investor, namun jika terjadi perubahan kebijakan fiskal global yang tiba-tiba, investor asing bisa saja beralih .
Dalam perspektif ekonomi Islam, mengurangi ketergantungan pada dana asing dan memaksimalkan penggalangan dana domestik adalah salah satu solusi yang layak. Bank Indonesia dapat memperkuat ekonomi dengan mengurangi ketergantungan pada obligasi asing dan menggencarkan obligasi syariah domestik. Dengan ini, masyarakat Indonesia bisa turut berperan dalam pembiayaan negara dan mengurangi ketergantungan pada dana dari luar.
Ekonomi Islam menyarankan negara untuk membangun ekonomi yang stabil, adil, dan mandiri. Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan dampak jangka panjang dari peningkatan kepemilikan asing di sektor utang dan tetap mewaspadai perubahan kebijakan global yang berpotensi memengaruhi ekonomi domestik. Untuk itu, peningkatan regulasi yang mendukung investasi domestik bisa menjadi salah satu upaya agar masyarakat dapat berperan aktif dalam pembiayaan negara.
Pembelian besar-besaran investor asing terhadap SBN RI memiliki manfaat positif berupa stabilitas keuangan dan peningkatan likuiditas. Namun, dalam pandangan ekonomi Islam, ketergantungan yang berlebihan pada pembiayaan asing juga memunculkan tantangan besar, terutama dalam menjaga kedaulatan ekonomi dan mencegah guncangan pasar. Dalam jangka panjang, pemerintah dan Bank Indonesia sebaiknya merancang strategi utang yang lebih mengutamakan kemandirian dan stabilitas jangka panjang agar pembangunan ekonomi yang sejahtera dan berkelanjutan bisa tercapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H