Bayangkan sekelompok negara dengan kekuatan ekonomi yang signifikan bersepakat untuk membangun mata uang baru. Mengapa? Karena mereka bosan dengan satu hal: dominasi dolar AS. Begitu ambisiusnya ide ini hingga kita harus menaruh respek, walaupun sambil mengerutkan dahi. Ya, BRICS, aliansi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, tampaknya benar-benar serius menciptakan "mata uang BRICS." Sebuah gagasan yang menurut Vladimir Putin tidak perlu terburu-buru, tapi siapa tahu kapan akan meledak?
Dikutip dari Reuters, Presiden Rusia ini dengan penuh keyakinan mengumumkan bahwa BRICS berencana menghadirkan alternatif yang bisa menghantam sistem keuangan global yang selama ini berbasis dolar. Katanya, sistem tersebut "cenderung menguntungkan negara-negara Barat." Jadi, mengapa tidak bikin sendiri? Persoalannya adalah, ini bukan sekadar soal membuat mata uang, tetapi juga menyatukan berbagai kepentingan negara besar yang terkenal doyan beda pendapat.
Pertemuan puncak BRICS di Kazan baru-baru ini menjadi ajang diskusi seru, seolah-olah para pemimpin ini duduk santai sambil meneguk kopi sambil membahas mata uang baru mereka. Menurut Kar Yong Ang, analis pasar finansial, pertemuan ini tidak boleh dianggap enteng lagi. BRICS bukan hanya tempat ngobrol ngalor-ngidul, tapi sudah menjadi kekuatan global yang makin sulit diabaikan. Apalagi, mereka memiliki agenda besar untuk menciptakan mata uang bersama yang bisa jadi proyek paling ambisius sejak euro diluncurkan pada 1999.
Namun, tentu saja, dunia tidak seindah film-film romantis. Membuat mata uang baru adalah proses rumit yang melibatkan harmonisasi kebijakan bank sentral, kesepakatan antara negara-negara, dan persiapan panjang. Jangan harap mata uang BRICS langsung menggantikan dolar dalam waktu dekat, kecuali jika negara-negara ini ingin hobi melawan arus dengan terburu-buru. Bahkan, menurut Kar Yong Ang, meskipun rumor soal mata uang BRICS sudah beredar selama bertahun-tahun, kini proyek ini tampaknya makin mendekati kenyataan. Namun, mereka tetap butuh waktu. Jangan harap ada bank sentral BRICS dalam waktu seminggu. Mungkin butuh puluhan tahun, atau bahkan lebih, untuk sampai ke tahap tersebut.
Bicara soal BRICS, ini bukan cuma klub eksklusif lima negara saja. Ada anggota-anggota baru yang antre untuk masuk, dari Arab Saudi hingga Venezuela, membuat kita bertanya-tanya: apakah klub ini sedang bikin 'all you can eat' keanggotaan? Ditambah lagi, BRICS sudah mencakup 44% populasi dunia dan 37% PDB global. Jadi, buat mereka yang suka anggap enteng, sekarang waktunya berhenti melakukannya.
Meski demikian, mimpi tentang "de-dolarisasi" ini tidak semudah membalik telapak tangan. Ada tantangan besar yang harus dihadapi. Tidak semata-mata soal teknis keuangan, tetapi juga soal kepentingan nasional masing-masing negara. Mata uang bersama? Mungkin. Uni Moneter seperti Zona Euro? Tahan dulu impian itu. Dengan segala perbedaan politik dan ekonomi, tampaknya BRICS belum siap melangkah sejauh itu.
Di Indonesia sendiri, wacana BRICS ini menimbulkan berbagai reaksi. Sebagai negara yang punya posisi strategis dalam dunia internasional, kita tentunya perlu memantau dengan seksama langkah BRICS ini. Terutama karena Indonesia memiliki hubungan dagang yang kuat dengan beberapa negara anggota BRICS, seperti China dan India. Kalau benar mata uang ini jadi kenyataan, kita harus siap dengan dampaknya terhadap ekonomi domestik.
Jadi, apakah mata uang BRICS adalah ancaman nyata bagi dominasi dolar? Atau hanya ide ambisius yang bakal menumpuk di laci mimpi besar? Entahlah, tapi satu hal pasti: dunia keuangan internasional sedang bersiap-siap menghadapi perubahan besar yang tak terhindarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H