Jakarta, sang metropolitan yang tak pernah tidur, kini mendapat kejutan dari langit. Beberapa hari terakhir, hujan deras dan angin kencang menari-nari di atas kota ini, padahal kalender sudah menunjukkan musim kemarau. Ah, siapa yang menyangka bahwa hujan bisa begitu bersemangat, melawan prediksi cuaca dan nalar kita?
BMKG, badan yang bertanggung jawab atas segala ramalan cuaca, tentu saja tidak tinggal diam. Mereka dengan cepat memberikan penjelasan, seolah ingin mengingatkan kita bahwa alam ini penuh dengan kejutan. Puncak musim kemarau, katanya, akan terjadi pada Juli dan Agustus 2024. Namun, hujan masih akan setia menyapa kita di banyak wilayah Indonesia, meskipun intensitasnya rendah, di bawah 50 mm/dasarian. Begitulah, hujan, seperti mantan yang tak bisa move on, selalu mencari celah untuk kembali.
Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam sepekan ke depan, kita akan menyaksikan peningkatan curah hujan yang signifikan. Fenomena ini disebabkan oleh dinamika atmosfer skala regional-global yang cukup kuat. Ada banyak pemain di panggung ini: Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin, dan Rossby Equatorial, semuanya berkolaborasi untuk membuat cuaca kita sedikit lebih menarik.
Wilayah yang terkena dampak tak terbatas hanya di Jakarta. Fenomena cuaca ini meluas hingga ke Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua. Suhu permukaan laut yang hangat di perairan sekitar Indonesia juga turut berkontribusi, menyediakan kondisi ideal bagi pertumbuhan awan hujan yang signifikan. Jadi, jika Anda berpikir bahwa laut hanya memberikan kita ikan dan pemandangan indah, pikirkan lagi. Laut juga bisa menjadi penyebab hujan deras yang membanjiri jalan-jalan kita.
Deputi Bidang Meteorologi Guswanto menambahkan bahwa kombinasi pengaruh fenomena cuaca ini akan menimbulkan potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, disertai kilat dan angin kencang. Ia bahkan memberi tanggal pasti: 5-11 Juli 2024. Wilayah yang dimaksud mencakup Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Guswanto mengimbau masyarakat untuk mewaspadai kemungkinan potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan banjir bandang. Masyarakat di wilayah perbukitan, dataran tinggi, dan sepanjang daerah aliran sungai harus lebih waspada. Bayangkan, di saat kita mengira bahwa mendung hanya akan membawa sedikit hujan, ternyata ia bisa membawa banjir dan longsor. Mendung, oh mendung, engkau memang penuh dengan kejutan!
Kejadian paling menarik adalah hujan es yang terjadi di Bedahan, Sawangan, Kota Depok. Hujan es di musim kemarau? Benar-benar ironi cuaca! Guswanto menjelaskan bahwa hujan es ini disebabkan oleh awan cumulonimbus (CB) yang terbentuk akibat daya angkat atau konvektif yang cukup kuat. Prosesnya dimulai dengan kondensasi uap air yang teramat dingin di lapisan atas atmosfer, membentuk es yang cukup besar. Ketika es tersebut turun ke area yang lebih rendah dan hangat, sebagian besar mencair menjadi hujan, namun kadang ada yang tidak mencair sempurna dan jatuh sebagai hujan es.
Bayangkan, saat suhu puncak awan CB mencapai minus 80 derajat Celsius, es itu turun ke bumi dan membingungkan warga Depok. Saat es jatuh dari langit, mungkin ada yang berpikir, "Apakah ini hadiah dari kutub utara?"
Namun, di balik semua ironi dan kejutan ini, ada pesan penting dari BMKG. Di saat masih ada hujan, manfaatkanlah untuk menabung air. Hemat dan gunakan air secara bijak, supaya memiliki cadangan saat puncak musim kemarau melanda. Jadi, ketika langit memberikan kita hujan di musim kemarau, alih-alih meratapi kekacauan, mari kita bijaksana dalam mengelola air.
Begitulah, Jakarta dan sekitarnya, dengan segala dramanya, kembali menunjukkan bahwa cuaca adalah salah satu hal yang paling sulit diprediksi. Mendung tak selamanya berarti hujan, dan kemarau tak selamanya berarti kering. Ketika alam berbicara, kita hanya bisa mendengarkan, belajar, dan beradaptasi. Toh, dalam setiap tetesan hujan dan butir es, ada pelajaran yang bisa kita petik, bahkan jika itu hanya untuk mengingatkan kita bahwa kehidupan ini penuh dengan kejutan dan ketidakpastian.