Mohon tunggu...
fikri syah
fikri syah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menari Dengan Literasi

Buku saya : Utang Itu Candu,menjalani hidup yang waras tanpa riba | Blog pribadi : https://www.banguntidur99.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Sejati, Mengajar di Tengah Tantangan dan Ironi Zaman

4 Juli 2024   22:05 Diperbarui: 4 Juli 2024   22:18 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://duniadosen.com/ingin-meraih-profesi-dosen/

Guru adalah sebuah profesi yang sangat berat pada masa modern ini teruntuk guru yang berada di negara kita yang kurang di hargai jasanya, padahal guru adalah profesi paling vital dalam sebuah negara karena sendi-sendi pengetahuan berasal dari seorang guru. Jepang saat mengalami kehancuran karena bom atom yang dijatuhkan oleh Amerika, kaisar Hirohito pada saat itu memerintahkan untuk mencatat seberapa banyak guru yang masih hidup, bukan tanpa alasan sang kaisar memerintahkan hal tersebut.

Jepang sekarang menjadi negara yang maju berkat guru-guru yang menancapkan pondasi pendidikan kepada masyarakat jepang sehingga mampu membangun kembali negaranya yang hancur lebur oleh serangan amerika serikat. Bagaimana dengan masa sekarang? Apakah guru masih menjadi pondasi pendidikan bagi negara kita khususnya?

Memang sangat sulit profesi guru saat ini karena banyak anak muda yang mengalami degradasi moral sehingga butuh tenaga ekstra untuk menjadi seorang guru, maka dari itu kemampuan guru dalam mengajar sangat dibutuhkan, bukan hanya otaknya saja yang pintar namun juga harus mampu mengendalikan emosi agar kecerdasannya tidak termakan oleh amarahnya sendiri.

Miris, melihat bahwa kenyataan guru atau pengajar saat ini masih banyak yang tidak mampu mengendalikan emosinya saat mengajar, padahal dalam ilmu pengetahuan yang tinggi terdapat kerendahan hati yang terbentuk, namun pada kenyataannya tidak.

Guru sejati saat ini sulit ditemukan dalam instansi akademisi, saya tidak tahu, mungkin masih ada guru sejati yang mempunyai jiwa guru yang berwibawa dan kharismatik tapi saya belum menemukannya dalam koridor akademis, saya menilai guru-guru yang berada di instansi akademis terlalu banyak makan penghargaan dan penghormatan sehingga mereka gila akan dihormati bahkan seperti ingin di anggap raja dalam setiap sesi pengajaran. Penilaian saya sangat subjektif dan bisa saja salah karena setiap instansi berbeda-beda, saya sangat bersyukur jika apa yang saya pikirkan dan nilai itu salah dan tidak sesuai di lapangan. Namun, jika ini benar, maka pondasi bangsa ini sedang tidak baik-baik saja.

Dalam perjalanan hidup saya, justru guru sejati selalu saya temukan bukan dalam ruang lingkup akademisi, meraka yang tidak memiliki gelar yang tinggi dan penghargaan mentereng justru mampu memunculkan kharisma dan kewibawaan yang seharusnya seorang guru miliki. saya kenal dan pernah beretemu dengan seorang penulis yang memiliki karya tulisan yang dibukukan, bukunya kurang lebih 40 buku yang berhasil ia tulis bukunya pernah ada di perpustakaan di Australi dan beberapa bukunya bahkan sampai best seller dan dibeli oleh Falcon Picture untuk diangkat ke layar lebar. Beliau pernah di tawari untuk melanjutkan pendidikan secara gratis alias ditawari beasiswa namun menolak karena menurutnya gelar tidaklah penting bagi dirinya.

Karyanya adalah sebuah bukti bahwa dia adalah seorang guru sejati yang mampu menciptakan karya-karya hebat, bahkan banyak orang tidak menyangka bahwa penulis besar yang berhasil menulis 40 buku dan memiliki pengikut yang banyak hanya seorang yang lulusan SLTA/SMA. Beliau sangat hebat dalam menguasai bahasa dan sangat berkharisma saat memberikan penjelasan, dalam diskusi yang pernah saya ikuti beliau sangat lihai dalam menguasai sebuah diskusi yang cukup panas karena saat itu yang dibahas adalah tema yang sensitif.

Menurut saya beliau layak dijadikan role model untuk seorang guru sejati, tanpa banyak mengintruspi lawan debatnya dia mampu dan tahu bagaimana caranya menguasai diskusi, bukan berbicara dengan nada tinggi dan sampai gebrak-gebrak meja untuk membuktikan bahwa dirinya berkuasa, justru jika ada seorang guru masih melakukan hal-hal tersebut hanya untuk membuktikan bahwa dirinya hebat dan berkuasa maka bisa dipastikan guru tersebut belum memiliki kecerdasan emosional yang baik, mungkin secara akademisi guru tersebut pintar namun secara emosional buruk, bahkan lebih mirip preman yang ada di terminal.

Miris memang banyak yang berprofesi pengajar dan memiliki gelar mentereng masih belum mampu menguasai emosinya sendiri dan tidak mampu memberikan sebuah contoh dalam hal memecahkan sebuah masalah dengan baik dan benar tanpa memunculkan masalah yang baru.

Untuk pengajar dimanapun kalian berada, menjadi seorang guru adalah tugas yang paling mulia sekaligus berat pada masa sekarang karena seorang guru saat ini sedang melawan dunia yang kadang tidak berpihak kepada mereka, gaji yang kecil dan kebutuhan pokok yang semakin mahal membuat tambah stres guru-guru yang ada diluar sana, maka dari itu belajarlah menguasai emosi dari sekarang agar kecerdasan seorang guru tidak hilang saat sedang menghadapi sebuah masalah. Mengontrol emosi untuk tidak menimbulkan masalah yang baru adalah pilihan yang bijak di jaman yang seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun