Mohon tunggu...
fikri syah
fikri syah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menari Dengan Literasi

Buku saya : Utang Itu Candu,menjalani hidup yang waras tanpa riba | Blog pribadi : https://www.banguntidur99.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ego dan Egoless, Bagaikan Dua Sisi Mata Uang yang Tak Pernah Bertemu

3 Juli 2024   12:56 Diperbarui: 3 Juli 2024   17:00 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://psike.id/ego-egois-dan-egosentris-apa-perbedaannya/

Apakah teman-teman pernah mendengar atau membaca tentang Egoless? Ya, egoless adalah kondisi di mana kita sebagai manusia tidak banyak menggunakan ego dalam setiap keputusan dan keinginan yang kita buat. Entah itu keinginan yang bersifat kebutuhan duniawi atau sekadar keinginan untuk diakui oleh masyarakat. Ah, masyarakat yang selalu lapar akan pengakuan dan penghormatan, layaknya seorang selebriti di karpet merah.

Egoless adalah kebalikan dari ego itu sendiri, yang bisa diartikan sebagai tanpa ego. Sehingga, saat kita memiliki suatu keinginan, ego tersebut kita singkirkan untuk sementara waktu. Dengan begitu, kita bisa mengakses kondisi egoless yang konon katanya menenangkan jiwa dan pikiran. Tapi, siapa yang bisa hidup tanpa ego di era serba narsistik ini? Mungkin hanya beberapa pertapa di puncak Himalaya yang bisa.

Kita harus menyadari bahwa ego kita adalah teman spiritual kita, sejak kita lahir ke dunia hingga kita mati kelak. Ego adalah teman yang tidak pernah meninggalkan kita dalam kondisi apapun. Ya, teman sejati yang selalu ada, bahkan ketika kita merasa paling sepi sekalipun. Karena ego adalah bagian dari pikiran kita, selama otak kita masih aktif maka ego akan selalu ada dan menemani sampai nanti. Oh, betapa setianya ego ini, tak pernah absen dari kehidupan kita.

Jika selama ini kita selalu melibatkan ego dalam memutuskan setiap keinginan kita dan berujung pada penyesalan saat pengharapan tidak sesuai dengan keinginan awal, maka mungkin saatnya kita mencoba mengakses kondisi egoless. Ego juga sangat berpengaruh pada kehidupan kita dalam bermasyarakat dan berinteraksi dengan orang. Tentu saja, ego seringkali menjadi biang kerok dari segala drama kehidupan yang kita hadapi. Siapa yang butuh sinetron ketika kehidupan nyata kita sudah penuh dengan intrik dan konflik yang disebabkan oleh ego?

Kebanyakan dari kita masih sangat mendominasi dengan ego dalam pikiran kita. Akibatnya, banyak keinginan-keinginan yang muncul berlandaskan ego, menimbulkan keruwetan dalam otak kita yang membuat kita sulit mengakses kedamaian pikiran. Kenapa pikiran kita sulit damai? 

Salah satunya adalah ego yang masih tinggi, sehingga dalam perjalanan hidup, kita tidak pernah merasakan pikiran yang alami. Yang ada hanyalah drama dan topeng yang dibuat oleh ego. Bukankah ironis? Kita merindukan kedamaian tapi terus-menerus menciptakan badai di dalam pikiran kita sendiri.

Salah satu fenomena ego yang menimbulkan keinginan-keinginan tak alami adalah gila hormat. Narsis, dan lain sebagainya. Contohnya, dalam grup WhatsApp pasti ada manusia yang ingin selalu dihormati oleh orang lain dengan memamerkan ini itu dalam setiap isi chatnya. 

Ini adalah sebuah penyakit psikologi yang disebut narsistik dan gejala ini ditimbulkan dari ego kita yang tidak bisa kita kontrol. Bayangkan, grup WhatsApp yang tadinya untuk mengakses informasi malah menjadi ajang pamer harta benda. Alih-alih mendapatkan informasi yang berguna, kita malah disuguhi parade kekayaan yang membuat kita mual.

Atau contoh lainnya adalah, kita dalam bertetangga selalu iri dengan apa yang dimiliki oleh tetangga kita. Misalnya, tetangga kita beli mobil baru, kita yang masih tinggi egonya pasti akan kepanasan melihatnya. Lalu, tanpa berpikir panjang, kita memutuskan untuk membeli mobil baru juga, padahal kebutuhan lain masih banyak. 

Akibatnya, perekonomian terganggu dan pikiran pun menjadi kusut. Semua ini terjadi karena kita tidak bisa mengakses kondisi pikiran yang egoless. Keinginan yang disebabkan oleh ego membuat pikiran kita sulit mengakses kedamaian. Padahal, jika kita hidup simpel dan sederhana, keruwetan yang ditimbulkan oleh ego bisa diminimalisir. Kita tidak akan stres dan depresi hanya karena ingin dianggap atau dihormati oleh orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun