Mohon tunggu...
fikri syah
fikri syah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menari Dengan Literasi

Buku saya : Utang Itu Candu,menjalani hidup yang waras tanpa riba | Blog pribadi : https://www.banguntidur99.com/

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Cafe yang Dulu Bukanlah Cafe yang Sekarang, Dari Revolusi Industri hingga Revolusi Selfie

3 Juli 2024   03:00 Diperbarui: 3 Juli 2024   03:04 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://sisiruang.com/

Jika kita menelusuri sejarah, kedai kopi memiliki peran penting dalam kemajuan peradaban manusia. Di Inggris pada abad ke-18, kedai kopi di kota-kota seperti London, Manchester, dan Birmingham bukan hanya tempat untuk menikmati secangkir kopi, tetapi juga pusat inovasi dan pertemuan intelektual. Namun, apa jadinya jika kita membandingkan peran historis kedai kopi ini dengan perilaku masyarakat Indonesia di kedai kopi modern? Mari kita berkelana ke dalam dunia satir ini dan melihat bagaimana kedai kopi di masa lalu berbeda dari kedai kopi saat ini.

Peran Sejarah Kedai Kopi di Inggris
Kedai kopi pada abad ke-18 di Inggris adalah tempat berkumpulnya pekerja, pengusaha, ilmuwan, dan intelektual. Mereka datang sebelum dan setelah jam kerja untuk bertemu teman, berdiskusi, dan berbagi gagasan. Bayangkan, di suatu sore yang berangin di London, seorang ilmuwan muda mungkin duduk di sudut kedai kopi, mencoret-coret ide revolusionernya tentang mesin uap di atas serbet kopi. Sementara itu, di meja sebelahnya, seorang pengusaha sedang merencanakan ekspedisi perdagangan baru dengan India. Tempat ini menjadi inkubator ide dan inovasi, di mana setiap tegukan kopi mungkin memicu percikan inovasi berikutnya.

Pertemuan dan Diskusi di Kedai Kopi Indonesia
Sekarang mari kita bandingkan dengan kedai kopi modern di Indonesia. Sebuah kedai kopi terkenal di Jakarta mungkin dipenuhi oleh para pengunjung yang sibuk dengan ponsel pintar mereka. Alih-alih berdiskusi tentang ide-ide revolusioner atau proyek-proyek bisnis, kebanyakan dari mereka mungkin sibuk memotret latte art mereka untuk diunggah ke media sosial. "Eh, guys, like dong posting-an gue, ini latte art-nya lucu banget, kan?" Itulah dialog yang lebih mungkin kita dengar di kedai kopi masa kini.

Kolaborasi dan Inovasi
Di kedai kopi abad ke-18, para pengusaha dan penemu sering berkumpul untuk membahas proyek, mencari dana, atau menjalin koneksi yang mendukung perkembangan bisnis dan inovasi baru. Kedai kopi menciptakan ruang sosial yang mendukung kolaborasi, pertukaran ide, dan pembelajaran lintas disiplin yang berkontribusi pada perkembangan Revolusi Industri. Di sini, ide-ide baru muncul, inovasi terjadi, dan kolaborasi bisnis terbentuk, mempercepat kemajuan teknologi dan transformasi industri.

Sementara itu, di kedai kopi modern Indonesia, kolaborasi dan inovasi mungkin terbatas pada diskusi tentang diskon terbaru atau promo minuman. "Eh, lo udah cobain es kopi susu yang baru di tempat itu belum? Katanya diskon 50% kalau pake aplikasi XYZ!" Kolaborasi yang terjadi mungkin lebih fokus pada pencarian promo terbaik daripada penciptaan teknologi baru atau ide-ide revolusioner.

Deklarasi Raja Charles II dan Pembatasan di Indonesia
Pada 29 Desember 1675, Raja Charles II dari Inggris mengeluarkan deklarasi yang melarang warganya berkumpul dan berdiskusi di kafe-kafe. Larangan ini didasari oleh kekhawatiran bahwa kedai kopi menjadi tempat potensi ancaman terhadap kestabilan politik. Pada masa itu, Inggris mengalami perubahan sosial dan politik yang signifikan, termasuk perjuangan untuk meruntuhkan feodalisme. Kedai kopi menjadi tempat berkumpulnya banyak orang dari berbagai lapisan sosial, termasuk kelompok-kelompok politik yang membahas perubahan tersebut.

Jika kita membawa konsep ini ke masa kini di Indonesia, mungkin saja kita membayangkan pemerintah melarang warga untuk berkumpul di kedai kopi bukan karena takut akan diskusi politik yang mengancam, tetapi karena takut kedai kopi menjadi pusat penyebaran gossip selebriti terbaru atau mejadi pusat Ghibah Nasional. "Dilarang berkumpul di kedai kopi untuk mendiskusikan skandal artis atau Ghibahin teman sendiri, karena dapat mengganggu ketenangan publik!". Terdengar sarkas, tapi memang begitulah kenyataanya.

Peran Kedai Kopi dalam Revolusi Prancis
Dalam catatan sejarah, kedai kopi juga memainkan peranan penting dalam Revolusi Prancis sebagai tempat pertemuan, diskusi, dan pertukaran ide yang mempengaruhi pergerakan revolusioner. Kedai kopi di Paris seperti Le Procope menjadi pusat aktivitas intelektual dan politik, tempat berkumpulnya tokoh-tokoh terkemuka termasuk Voltaire, Robespierre, Danton, dan Marat. Di sini, mereka bisa bertemu, berdiskusi, dan merencanakan langkah-langkah perubahan.

Sekarang, bayangkan jika kita mengalihkan peran ini ke kedai kopi modern Indonesia. Alih-alih Voltaire dan Robespierre, kita mungkin melihat sekelompok influencer media sosial berkumpul di sebuah kedai kopi terkenal di Jakarta, berdiskusi tentang strategi konten terbaru mereka. "Gimana caranya biar followers gue naik 10K dalam seminggu ya? Harus bikin prank sadis, drama atau challenge baru nih!". Ohh, Mirisnya.

Diskusi dan Perencanaan Revolusi
Diskusi di kedai kopi seperti Le Procope sering kali melibatkan topik-topik sosial, politik, dan filosofis, termasuk kebebasan, kesetaraan, hak asasi manusia, dan struktur politik yang lebih adil. Diskusi-diskusi ini memainkan peran penting dalam membentuk opini publik dan mempengaruhi semangat revolusioner di kalangan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun