Mohon tunggu...
fikri syah
fikri syah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menari Dengan Literasi

Buku saya : Utang Itu Candu,menjalani hidup yang waras tanpa riba | Blog pribadi : https://www.banguntidur99.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sihir Hujan & Melodi Kenangan

29 Juni 2024   12:15 Diperbarui: 29 Juni 2024   12:32 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angin yang bersekutu dengan air menghujam bumi dengan tanah di bawahnya, menimbulkan aroma yang khas akan hujan, membawa kenangan-kenangan masa lalu yang dulu terlupakan. Aroma itu menyeruak, memicu setiap saraf dalam otakku untuk mengingat masa-masa yang pernah begitu aku rindukan. Aku berdiri di jendela, menatap ke luar, hujan turun deras, menciptakan simfoni alam yang begitu menenangkan.

Tanpa disadari, pikiranku terbawa oleh efek hipnotis dari hujan. Setiap tetesan air yang jatuh ke bumi seolah memanggil memori yang jauh lebih dalam akan kenangan-kenangan masa lalu yang indah. Aku teringat masa kecilku, saat hujan memberikan kebahagiaan yang sederhana namun begitu tulus. Bermain di bawah rintik hujan adalah wahana bermain paling menyenangkan bagi kami yang masih anak-anak. Hujan membawa imajinasi liar bagi anak-anak yang sedang menyambutnya.

Aku teringat betapa bahagianya kami ketika hujan mulai turun. Kami akan berlarian keluar rumah, tak peduli meski pakaian kami basah kuyup. Berlarian kesana kemari adalah kesenangan yang tak ternilai harganya. Tertawa, berteriak, dan sesekali menengadahkan mulut ke langit agar air hujan masuk ke dalam mulut kami. Rasanya dingin dan menyegarkan. "Hujan, jangan cepat pergi, kami sedang bermain dan bergembira di bawah rintikmu," itulah doa kami, anak-anak di seluruh penjuru dunia, saat hujan turun.

Bermain di aliran air hujan yang turun dari tempat tinggi ke tempat yang rendah adalah kesenangan tersendiri. Kami akan membendung aliran air itu dengan menggunakan batu, kayu, atau apa saja yang bisa kami temukan. Saat bendungan kami berhasil, air akan menumpuk dan meluap, lalu dengan kegembiraan yang tak tertahankan, kami membuka bendungan itu dan melihat air mengalir deras, menghantam benda apa pun di depannya. Dalam imajinasi kami, itu adalah ombak besar di laut yang menghantam kapal-kapal. Sampah-sampah yang terbawa oleh aliran hujan bukanlah sesuatu yang menjijikkan bagi kami. Sebaliknya, itu adalah bagian dari permainan kami, hiasan yang melengkapi cerita petualangan kami.

Namun, sayup-sayup terdengar suara dari kejauhan, suara mamak kami memanggil, "Nak, pulang nak, nanti sakit." Kami hanya tertawa dan menjawab dalam hati, "Tidak, Bu, kami sedang bermain." Alih-alih mendengarkan panggilan itu, kami malah semakin asyik dengan wahana kebahagiaan yang diturunkan oleh Tuhan melalui hujan. Semakin kami dilarang, semakin kami bersemangat bermain di bawah hujan. Itu adalah bentuk kebebasan yang hanya bisa kami rasakan saat hujan turun.

Seiring waktu, kebahagiaan yang tercipta oleh hujan mulai terlewatkan. Kedewasaan datang, membawa tanggung jawab dan kesibukan yang membuat kami lupa akan kesenangan sederhana masa kecil. Lamunan akan hujan ini begitu menyenangkan dengan kenangan-kenangan indah di dalamnya. Aku bertanya-tanya, apa kabarnya teman-teman yang dulu sering aku ajak bermain hujan-hujanan? Mereka pasti sama saja denganku, menatap hujan dan merefleksikannya dalam memori masa kecil yang tersimpan baik dalam pikiran bawah sadar.

Pikiranku kembali ke masa kini, tetapi dengan sentuhan nostalgia yang manis. Hujan masih turun deras di luar sana, namun kini aku memandangnya dengan mata yang berbeda. Dulu, hujan adalah teman bermain, kini hujan adalah pengingat akan masa-masa yang telah berlalu. Aku mengucapkan terima kasih pada hujan. Terima kasih telah membawa kembali kenangan-kenangan itu, terima kasih telah memberi kesempatan untuk merasakan kembali kebahagiaan yang murni dan sederhana.

Aku memutuskan untuk keluar, merasakan kembali rintik hujan di kulitku. Aku melangkah keluar, merasakan setiap tetesan air yang jatuh. Udara segar menyapa, membawa aroma tanah basah yang khas. Aku menutup mataku, membiarkan diri terhanyut dalam kenangan. Hujan memang memiliki kekuatan magis, mampu membawa kita kembali ke masa lalu, mengingatkan kita pada hal-hal yang dulu begitu berarti.

Hujan semakin deras, dan aku semakin terbenam dalam lamunan. Teringat bagaimana kami dulu sering bermain di aliran air yang deras, membuat bendungan-bendungan kecil dan melihat air meluap. Kini, setiap tetesan air itu membawa makna yang berbeda. Dulu, itu adalah sumber kegembiraan, sekarang itu adalah pengingat akan masa kecil yang tak akan pernah kembali. Tetapi, itu bukan sesuatu yang membuatku sedih. Sebaliknya, itu adalah kenangan yang indah, yang membuatku tersenyum.

Aku teringat salah satu temanku, Bintang. Dia adalah pemimpin dalam setiap permainan kami. Dialah yang selalu punya ide-ide cemerlang untuk membuat permainan menjadi lebih seru. Aku bertanya-tanya, di mana dia sekarang? Apakah dia juga merindukan masa-masa itu? Hujan membawa kembali wajah-wajah teman-teman lamaku, satu per satu, seperti foto-foto yang tersimpan dalam album kenangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun