Kesehatan merupakan dimensi penting yang menjadi salah satu pilar pembangunan bangsa. Hal ini dikarenakan kesehatan memainkan peranan strategis dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Untuk mewujudkan serta menunjang akselerasi pencapaian peran strategis tersebut maka dibentuklah sistem kesehatan nasional (SKN) yang merupakan pilar dari sistem ketahanan nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2012, yang menjadi peta jalan dalam mewujudkan masyarakat sehat dengan derajat kesehatan setinggi-tingginya. Salah satu aspek yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan kesehatan sebagaimana yang diatur dalam UU Kesehatan serta Sistem Kesehatan Nasional adalah sumber daya manusia (SDM) kesehatan.
Dilema Tenaga Kesehatan Indonesia
Sumber daya manusia (SDM) kesehatan merupakan bagian penting yang terintegrasi dalam sistem kesehatan nasional. Dalam perannya SDM kesehatan banyak terlibat dalam upaya peningkatan derajat kesehatan lewat peran strategis dari fasilitas pelayanan kesehatan primer maupun sekunder. Untuk itu maka pengelolaan SDM kesehatan harus berasaskan prinsip pengelolaan yang mengedepankan mutu kompetensi. Tujuannya difokuskan pada pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan guna menjamin ketersediaan, pendistribusian, dan peningkatan kualitas SDM kesehatan.
Bukan rahasia umum lagi bahwa di Indonesia seorang dokter atau tenaga kesehatan lainnya harus mengeluarkan uang jutaan rupiahnya sendiri untuk mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan upgrade skill dan kompetensi mereka. Itu pun masih harus antri terlebih dahulu. Saya pun bertanya dalam benak saya, jika memang seorang dokter dan tenaga kesehatan nantinya akan mendarmabaktikan seluruh pengetahuan profesianya untuk mengabdi demi kesejahteraan masyarakat, lantas mengapa mereka harus membayar sendiri untuk mengikuti pelatihan dalam rangka meningkatkan skill dan kompetensi mereka ? bukankah dokter dan tenaga kesehatan lainnya merupakan sumber daya dan asset negara di bidang kesehatan yang perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu yang ketentuannya diatur oleh Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang sebagaimana yang termuat dalam Pasal 21 UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan ? bukankah karena untuk menjaga mutu dan kualitas tenaga kesehatan di Indonesia maka didirikanlah Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) di setiap daerah di Indonesia yang pembiayaan oprasionalnya diatur oleh APBN ?
Lucu bahkan sangat ironis jika kita mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas. Pemerintah terkesan jelas lepas tangan terhadap kondisi tenaga kesehatan Indonesia. Hanya dituntut untuk terus meningkatkan pengetahuannya dan semangat kerjanya berdasarkan standar kualifikasi minimum sebagaimana yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan tanpa memperdulikan bagaimana menyediakan fasilitas pelatihan yang gratis bagi dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Toh juga nantinya akan dimanfaatkan untuk menolong masyarakat. Kondisi yang jelas menghadirkan dilemma dalam setiap benak dokter dan tenaga kesehatan yang ada. Bagaimana tidak, disatu sisi harus memenuhi tuntutan untuk terus memperbaharui dan meningkatkan skill dan kompetensi profesinya sementara disisi yang lain dibatasi kewenangannya untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Itu jelas terlihat dalam pasal 23 (4) UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang menyebutkan bahwa dalam menyelenggrakan pelayanan kesehatan seorang dokter dan tenaga kesehatan lainnya dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi.Lantas dari mana para tenaga kesehatan itu harus membayar biaya pelatihan untuk meningkatkan skill dan kompetensi mereka ?
Peran Startegis Organisasi Profesi
Peran organisasi profesi memiliki urgensi vital berkaitan dengan peran untuk membina, mendidik, serta melindungi SDM kesehatan yang bernaung dibawah masing-masing organisasi profesi. Organisasi profesi harus memastikan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan mutu kompetensi SDM kesehatan adalah merupakan wewenang penuh dari organisasi profesi. Pada titik inilah peran organisasi profesi lebih difokuskan sebagai learning organization yang mengatur hal-hal berkaitan dengan perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan anggota profesi, demi menjamin ketersediaan mutu kompetensi SDM kesehatan yang handal, tangguh dan professional. Perlu dipikirkan sebuah bentuk regulasi baru yang mengatur peran organisasi profesi dalam sistem kesehatan nasional, terutama dalam kapasitasnya sebagai penyedia SDM kesehatan yang mampu menunjang terlaksananya sistem kesehatan nasional secara efektif.
Momentum Hari Kesehatan Nasional ke- 49 kali ini merupakan hal yang bersejarah dalam konteks pembangunan kesehatan di Indonesia. Hal ini karena momentum HKN ke- 49 berkaitan langsung dengan era SJSN dan BPJS. Oleh karena itu maka organisasi profesi harus memposisikan diri dan mengambil peran dalam memastikan ketersediaan SDM kesehatan yang pas, baik kualitas maupun kuantitas, untuk menjamin dan memastikan tercukupinya SDM kesehatan dalam era BPJS mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H