By. Fikri Jamil Lubay
Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah banyak mengatur tentang kegiatan tata kelola Perbendaharaan Negara. Setiap pelaksanaan pembangunan harus tercatat dan terlaporkan dengan baik dan sudah distandarkan sebagaimana mestinya suatu kegiatan tata kelola perbendaharaan dalam bernegara itu dilaksanakan.
Peraturan pelaksanaannya pun telah menggariskan suatu kewajiban pemerintah dari pusat (kementerian/lembaga/departemen dan non departemen) serta Pemerintah Provinsi (gubernur dan SKPD Provinsi) serta Pemerintah Kabupaten/Kota ( Bupati/Walikota bersama SKPD Kabupaten/Kota) untuk dapat menyajikan suatu laporan yang baik dengan harapan hasil dari laporan itu akan akuntabel, transparan dan dapat dipertanggung jawabkan.
Pengelolaan terhadap suatu laporan pemerintah terkhusus di Kabupaten/Kota sering kali menemui sebuah masalah (kalau tidak mau disebut kendala) yang terkadang cukup rumit yang meliputi tidak hanya kualitas laporan yang disajikan namun juga tingkat kepatuhan terhadap penyampaian pelaporan.
BEBERAPA PERMASALAHAN MONITORING DAN EVALUASI (MONEV) SKPD
Sangat Tidak jarang ditemui pelaporan terhadap suatu kegiatan pembangunan di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) seperti penyajian yang disajikan di warung-warung saji dan tidak bisa dinilai baik kuantitas laporannya apalagi kualitas laporan yang disampaikan.
Jamak juga ditemukan alasan klasik di internal SKPD bahwa SDM yang mengurus suatu pelaporan begitu belum dimiliki dan kalaupun ada, SDM tersebut belum memiliki suatu kompetensi yang memadai dan cukup untuk menyajikan sebuah pelaporan yang baik, tepat dan benar.
Akibat akhirnya adalah sulit sekali ditemukan suatu pelaporan yang baik, tepat dan benar dari suatu SKPD yang bisa menjadi role model oleh SKPD lainnya di daerah (kabupaten/kota). Selain itu juga data basis yang dibutuhkan sering kali tidak memuaskan terutama pihak perencana pembangunan dalam menetapkan kelayakan program prioritas suatu kegiatan di Kabupaten/Kota tersebut.
Kesenjangan penyajian data yang terjadi sering kali mengakibatkan kesulitan memprediksi capaian hasil-hasil pembangunan secara akurat. Kesulitan juga sering menghantui dalam men-tracing kebasahan data yang tersaji. Pijakan awal yang berbasis pada akurasi data juga sering kali menjadi masalah tersendiri.
Karena itu lah dibutuhkan suatu sistem yang menyeluruh dan bisa diakses secara akuntabel oleh seluruh SKPD. Sistem tersebut harus lah SKPD oriented danuser friendly serta up-dating-nya juga bisa dilakukan secara sustaine (berkelanjutan). Sistem yang dibangun itu juga nantinya tidak hanya berfungsi sebagai instrumen untuk menyajikan data semata serta kemudahan akses terhadap data, Â namun juga harus mampu menjawab keseragaman/homogenitas (standar) penyajian data yang kualified.