Oleh : Fikri Jamil Lubay
“kalau saling bersahut-sahutan, yang di-bully dengan yang membalas bully-an,
ya... sama saja tidak ada bedanya”
Membaca kejadian “luar binasa” di “media rakyat” yang bernama kompasiana terutama tiga hari terakhir mengingatkan penulis dengan suatu komentar terhadap penulis pada saat penulis membuat sebuah tulisan di Kompasiana berjudul “Sebulan di Kompasiana”. Salah satu kompasianer sempat berkomentar “...vote & comment-nya sedikit... kompasiana kan tempatnya sharing dan connecting...”.
Menjawab itu, saya pun berkomentar “Urusan saya menulis saja, urusan vote dan comment biar menjadi urusan penulis lain saja lah...”. Teman saya salah satu kompasianer dan menjadi pengajar di sebuah perguruan tinggi negeri kemudian mengingatkan agar “tulisan yang kita sampaikan dibagi dengan pembaca, sayang kalau tidak dibagikan dengan mereka”. Saya juga cuma menjawab “terima kasih atas masukannya”.
Waktu pertama kali menjadi kompasiener (4 Januari 2016), saya cuma menargetkan untuk menulis saja dan kalau pun bisa tulisan itu dibaca oleh 10 orang saja pembaca (viewer), tapi benar-benar orang yang mau membaca tulisan saya. Tidak pernah berfikir dan mengharap lebih. Walaupun kesininya, alhamdulillah banyak juga yang mampir ke lapak saya yang masih amatiran dalam membuat sebuah tulisan (di profile sudah saya tulis...”saya sedang belajar menulis dan membaca), bahkan beberapa tulisan saya, alhamdulillah ada yang diatas 1.000 pembaca (viewer),dan untuk ukuran saya, ya... cukup lah..,wong sayanya tidak melakukan promosi apa-apa.
Maksud penulis pertama kali bergabung di kompasiana juga adalah agar penulis punya media belajar, sekali lagi belajar dengan mereka yang menamakan dirinya para mbah, suhu, Pak De, Senior atau siapa saja yang telah lebih dulu bergabung di Kompasiana.
Disamping itu, kami yang berasal dari daerah yang tidak terpencil-terpencil amat ini memiliki sebuah wadah (media) atau sarana untuk menyampaikan informasi tentang apa yang terjadi didaerah kami. Alhamdulillah setiap membuat artikel tentang daerah (terkhusus Kota Prabumulih) hampir selalu menjadi “pilihan”. Bahkan beberapa tulisan tentang Kota Prabumulih menjadi “headline” di Kompasiana.
Saya membaca dengan baik rule of the game-nya dengan seksama (serius gitu loch...!), walaupun terkadang (tidak sering-sering) masih kepleset juga. Seperti kemarin di-sms-i oleh kompasiana karena “katanya” tidak mencantumkan sumber atas sebuah gambar yang saya tampilkan ketika menulis “Belajar Bernegara pada Golkar”... ya sudah diterima saja. Anggap saja saya yang keliru. Ndak perlu dipikir amat (“wong Amat saja tidak pernah mikir...”).
***
Namun, akhir-akhir ini terjadi fakta-fakta lain... (seminggu terakhir-lah) sepertinya terjadi gesekan antar kompasianer. Dan, sepertinya bukan “gesekan biasa” lagi. Para kompasianer saling serang, saling memojokkan yang berujung saling hujat, saling hasat dan saling hasut...(saya tidak mau menyebutkan siapa, main saja ke lapak-lapaknya...!!!).