Oleh : FIKRI, S.Kep, M.Si.
     Â
PENGANTAR
Program 100-0-100 yang telah dicanangkan Kementerian PU dan Perumahasn Rakyat merupakan program yang menjadi perwujudan negara untuk hadir mengurus rakyat yang selama memiliki hak yang hakiki sebagai Warga Negara Indonesia. Otonomi daerah sebagai amanat reformasi tahun 1998 merupakan suatu kebutuhan untuk mendekatkan proses pembangunan dan hasi-hasil  pembangunan dengan kebutuhan dan kesejahteraan rakyat.
Program 100-0-100 yang bertujuan untuk  mencapai 100 persen  air minum, mengurangi kawasan kumuh menjadi 0 (nol) persen dan 100 persen akses sanitasi yang layak untuk masyarakat merupakan suatu tantangan (challange) tidak hanya Pemerintah Pusat namun juga bagi Pemerintah Daerah (Bupati dan Walikota).
Kota Prabumulih yang merupakan Daerah Otonomi Baru (DOB) yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Muara Enim saat ini telah berusia kurang lebih 15 tahun (17 Oktober 2001). Kota Prabumulih telah mengalami masa tiga kali pemilihan Walikota dan Wakil Walikota. Dan sejak tahun 2008 yang lalu telah melakukan pemilihan langsung terhadap Walikota dan Wakil Walikotanya.
Swlanjutnya, Walikota Prabumulih terpilih periode 2013 s.d 2018 Ir. H. Ridho Yahya, MM dan H. Adriansyah Fikri, SH memiliki visi PRIMA Berkualitas dalam membangun masyarakat Prabumulih selama lima tahun pemerintahannya. Visi Prabumulih PRIMA Berkualitas tersebut yaitu Prestasi, Religius, Inovatif, Mandiri dan Aman. Visi tersebut melanjutkan visi dari Prabumulih PRIMA yang kebetulan waktu itu Bapak Ir. H. Ridho Yahya, MM menjabat sebagai Wakil Walikota. Pemerintahan Ridho-Fikri ini berfokus kepada 3 (tiga) kegiatan yang utama yaitu :
 (1) Masalah Sosial yaitu Pengentasan Kemiskinan. Kemiskinan menjadi masalah utama diawal pemerintahan Ridho-Fikri yang ditandai dengan masih banyaknya penduduk miskin. Pada tahun 2013 itu data BPS menunjukkan bahwa angka kemiskinan Kota Prabumulih berkisar 11,23%. Hal ini berarti bahwa sebanyak 19.363 penduduk Kota Prabumulih masih hidup dalam kemiskinan. Kondisi ini juga diperparah dengan secara kasat mata masih banyaknya keluarga miskin yang tinggal dirumah yang tidak layak huni (rumah kumuh);
(2) Masalah Ekonomi yaitu ditandai dengan tingginya angka pengangguran dan rendahnya pendapatan keluarga; dan
(3) Masalah infrastuktur, terutama infrastruktur dasar (air bersih, perumahan, listrik, akses masyarakat terhadap pendidikan dan pelayanan kesehatan), serta jalan dan jembatan. Masalah rumah kumuh dan tidak layak huni pun sering menjadi kambing hitam sebagai penghambat dalam sinergitas pembangunan perkotaan.
Penanggulangan terhadap ketiga masalah pokok tersebut dilakukan secara serentak, sistematis dan melibatkan banyak Pemangku Kepentingan (stakeholder) di Kota Prabumulih. Secara time series kegiatan tersebut bisa dijelaskan dan dijejaki menjadi banyak program dan kegiatan.