Mohon tunggu...
Fikri Haekal Akbar
Fikri Haekal Akbar Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin

Fikri Haekal Akbar merupakan penulis buku "Mahastudent: Mahasiswa dengan Segala Keresahannya".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kapitalisasi Hantu: Antara Budaya, Mistikme, dan Komodifikasi Dunia Gaib di Indonesia

10 Oktober 2024   09:02 Diperbarui: 10 Oktober 2024   09:03 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Ilustari dari penulis

Indonesia, sebagai salah satu negara dengan keragaman budaya dan tradisi yang luar biasa, memiliki sejarah panjang yang dipenuhi dengan cerita-cerita mistis dan supranatural. Dari Sabang hingga Merauke, berbagai suku dan etnis di Indonesia memiliki kisah-kisah mengenai hantu, jin, serta makhluk halus lainnya yang terus diceritakan dari generasi ke generasi. Kepercayaan terhadap dunia gaib sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, mewarnai berbagai aspek mulai dari upacara adat hingga mitos lokal.

Namun, kehadiran dunia gaib dalam kehidupan masyarakat Indonesia tidak hanya sekadar cerita rakyat yang diceritakan secara lisan. Sejak masa Orde Baru, mistisisme dan cerita-cerita supranatural mulai mendapatkan tempat istimewa di media massa dan kemudian berkembang menjadi fenomena yang dikenal sebagai kapitalisasi hantu. Apa yang awalnya merupakan bagian dari budaya tradisional kini telah dimodernisasi dan diintegrasikan ke dalam dunia ekonomi dan komersial, menciptakan sebuah industri yang menguntungkan.

Pada masa Orde Baru, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Soeharto secara cerdik memanfaatkan mistisisme sebagai alat untuk mengendalikan masyarakat. Cerita-cerita tentang hantu, jin, dan makhluk halus sering digunakan untuk menanamkan rasa takut di kalangan rakyat agar tetap patuh dan tidak melawan pemerintahan yang otoriter. Mistisisme ini dipopulerkan melalui berbagai media, termasuk televisi, radio, dan surat kabar, yang sering kali menayangkan program-program dengan tema supranatural.

Tidak hanya dalam media massa, mistisisme juga meresap ke dalam struktur kekuasaan itu sendiri. Beberapa laporan menyebutkan bahwa Soeharto dan lingkaran terdekatnya juga terlibat dalam praktik-praktik spiritual yang didasarkan pada keyakinan mistis untuk menjaga kekuasaan mereka. Kepercayaan ini diperkuat oleh cerita-cerita rakyat yang mengatakan bahwa Soeharto memiliki hubungan dengan tokoh-tokoh gaib legendaris, seperti Nyai Roro Kidul, penguasa laut selatan yang dipercaya sebagai pelindung penguasa Jawa.

Penggunaan mistisisme oleh pemerintah ini tidak hanya menciptakan budaya ketakutan, tetapi juga memperkuat keyakinan masyarakat terhadap dunia gaib. Pada masa itu, banyak yang percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan mereka, baik kesuksesan maupun kegagalan, berkaitan dengan kekuatan supranatural yang tidak bisa dijelaskan secara rasional.

Setelah jatuhnya Orde Baru dan berakhirnya era Soeharto, penggunaan mistisisme sebagai alat kontrol politik mulai memudar. Namun, kepercayaan terhadap dunia gaib tidak hilang begitu saja. Justru, fenomena ini berkembang menjadi peluang komersial yang menguntungkan. Kapitalisasi hantu---sebuah istilah yang menggambarkan bagaimana cerita-cerita supranatural dikomodifikasi untuk mendapatkan keuntungan finansial---mulai tumbuh subur di Indonesia.

Salah satu contoh paling mencolok dari kapitalisasi hantu adalah kesuksesan film-film horor Indonesia. Pada era 1980-an, film-film seperti "Pengabdi Setan" dan "Sundel Bolong" menjadi sangat populer di kalangan penonton. Film-film ini tidak hanya menampilkan cerita yang mengerikan, tetapi juga mengandalkan elemen-elemen mistis yang sudah akrab di telinga masyarakat Indonesia. Sosok hantu seperti Sundel Bolong, Kuntilanak, dan Pocong menjadi ikon yang menakutkan sekaligus menarik perhatian.

Genre horor terus berkembang, dan di era modern, film-film seperti "Pengabdi Setan" versi 2017 mendapatkan kesuksesan luar biasa di pasar internasional. Industri film Indonesia melihat potensi besar dalam genre ini, dengan film horor menjadi salah satu genre yang paling digemari, baik oleh penonton lokal maupun asing.

Tidak hanya di layar lebar, kapitalisasi hantu juga merambah ke media televisi. Pada awal tahun 2000-an, muncul banyak acara televisi yang mengangkat tema mistis, seperti "Dunia Lain," "Misteri," dan "Karma." Acara-acara ini biasanya menampilkan pengalaman supranatural yang dialami oleh masyarakat biasa, yang diceritakan kembali dengan dramatisasi di lokasi-lokasi yang dipercaya angker. Popularitas acara-acara ini tidak lepas dari ketertarikan masyarakat terhadap hal-hal gaib, serta keinginan mereka untuk menyaksikan fenomena-fenomena yang sulit dijelaskan secara ilmiah.

Di era digital, kapitalisasi hantu semakin meluas dengan kehadiran platform media sosial seperti YouTube, podcast, dan aplikasi live streaming. Banyak kreator konten yang mulai memanfaatkan tema horor dan mistis untuk menarik perhatian audiens. Salah satu contohnya adalah para YouTuber dan podcaster yang mengkhususkan diri dalam cerita-cerita mistis dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka sering kali membahas pengalaman pribadi atau cerita rakyat yang diceritakan secara turun-temurun. Dengan meningkatnya popularitas konten-konten ini, komunitas digital yang berfokus pada dunia gaib pun mulai terbentuk, menciptakan ruang diskusi dan keterlibatan yang aktif antara kreator dan pengikut mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun