Mohon tunggu...
Fikri Haekal Akbar
Fikri Haekal Akbar Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin

Fikri Haekal Akbar merupakan penulis buku "Mahastudent: Mahasiswa dengan Segala Keresahannya".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kapitalisasi Hantu: Antara Budaya, Mistikme, dan Komodifikasi Dunia Gaib di Indonesia

10 Oktober 2024   09:02 Diperbarui: 10 Oktober 2024   09:03 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Ilustari dari penulis

Selain di media film dan digital, kapitalisasi hantu juga merambah ke dunia pariwisata. Wisata mistis menjadi fenomena yang semakin populer, terutama di kalangan generasi muda yang mencari sensasi berbeda. Tempat-tempat yang dianggap angker, seperti Lawang Sewu di Semarang, Taman Langsat di Jakarta, hingga kuburan tua di berbagai daerah, menjadi destinasi favorit bagi para penggemar horor.

Wisata mistis ini menawarkan pengalaman yang unik, di mana para pengunjung diajak untuk menjelajahi tempat-tempat yang dianggap berhantu sambil mendengarkan cerita-cerita seram dari pemandu wisata. Selain itu, beberapa wisata mistis bahkan menyediakan acara-acara khusus, seperti uji nyali atau malam menantang keberanian di tempat-tempat yang dipercaya penuh dengan energi negatif. Pengalaman ini dirancang untuk memberi sensasi takut sekaligus kepuasan bagi mereka yang mencari hiburan yang berbeda dari sekadar perjalanan biasa.

Meskipun kapitalisasi hantu telah memberikan dampak ekonomi yang signifikan, fenomena ini juga menimbulkan sejumlah kritik dan kontroversi. Beberapa pihak berpendapat bahwa eksploitasi cerita-cerita mistis dapat memperkuat takhayul dan kepercayaan yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Mereka khawatir bahwa fokus yang berlebihan pada dunia gaib dapat menghambat perkembangan pemikiran kritis dan sains, terutama di era modern di mana teknologi dan ilmu pengetahuan seharusnya menjadi pusat perhatian.

Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa kapitalisasi hantu dapat mengalihkan perhatian masyarakat dari isu-isu sosial dan politik yang lebih penting. Dalam beberapa kasus, perdebatan tentang makhluk gaib atau tempat angker lebih sering menjadi sorotan dibandingkan dengan permasalahan nyata yang dihadapi masyarakat, seperti kemiskinan, korupsi, atau pelanggaran hak asasi manusia.

Pada akhirnya, kapitalisasi hantu bukan hanya tentang cerita-cerita seram atau kepercayaan mistis, tetapi juga mencerminkan bagaimana budaya dan ekonomi dapat saling mempengaruhi dan berkembang. Dunia gaib yang dulunya hanya menjadi bagian dari cerita rakyat kini telah menjadi produk komersial yang diminati oleh masyarakat luas, baik dalam bentuk film, acara televisi, wisata, maupun konten digital.

Kapitalisasi hantu menunjukkan bahwa dalam masyarakat modern, segala sesuatu, termasuk kepercayaan mistis, dapat dikomodifikasi dan dijual. Dalam konteks ini, hantu tidak hanya menjadi makhluk gaib yang menghantui, tetapi juga menjadi simbol dari bagaimana budaya dan kapitalisme dapat saling bersinergi untuk menciptakan industri baru yang unik dan menarik bagi masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun