Mohon tunggu...
Fikri Hadi
Fikri Hadi Mohon Tunggu... Dosen - Instagram : @fikrihadi13

Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra, Surabaya || Sekjen DPP Persatuan Al-Ihsan. Mari turut berpartisipasi dalam membangun kekuatan sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan Umat Islam di Persatuan Al-Ihsan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Debat Cawapres Penuh Gimmick dan Saling Serang, Begini Respon Rektor UWP

27 Januari 2024   18:00 Diperbarui: 27 Januari 2024   18:04 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Debat Cawapres pada 21 Januari 2024 lalu masih menyisakan sejumlah momen menarik, hingga menjadi sorotan publik. Isu yang diangkat pada debat ke-4 tersebut mengangkat tema pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa.

Menanggapi hal tersebut, Rektor Universitas Wijaya Putra (UWP), Dr. Budi Endarto, S.H., M.Hum., menyampaikan bahwa isu yang dipilih oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada debat Cawapres lalu sebenarnya sangat bagus.

"Isu yang dipilih merupakan isu yang sangat perlu dibahas, karena menyangkut keberlangsungan masa depan bangsa seperti isu lingkungan hidup dan pangan. Oleh karena itu, sebagai calon pemimpin Indonesia ke depan, isu ini harus menjadi perhatian." Kata Budi Endarto.

Namun ia menyayangkan pada debat tersebut tidak membahas secara mendalam terkait dengan tema yang dipilih oleh KPU tersebut. Justru yang menonjol ialah aksi para cawapres selama debat berlangsung yang akhirnya menjadi perdebatan.

"gimmick, aksi dan saling serang secara personal membuat esensi dari debat cawapres yang lalu menjadi berkurang. Padahal banyak isu yang harus didiskusikan oleh tiap cawapres. Belum lagi waktu debat yang sangat terbatas dibandingkan dengan isu-isu yang harus dibahas" Ujarnya.

Ia mencontohkan seperti isu global terkait SDGs (Sustainable Development Goals) yang digagas oleh PBB atau permasalahan terkait pembiayaan dalam peralihan dari energi fosil menuju energi baru dan terbarukan yang membutuhkan dana yang besar dan sangat tidak mungkin mengandalkan dari skema APBN.

"Presiden Jokowi pernah menyampaikan bahwa transisi energi membutuhkan biaya satu trilliun US Dollar. Mustahil hanya mengandalkan APBN sehingga harus dipikirkan skema pembiayaan dengan cara lain. Sayangnya ini tidak dibahas secara mendalam dalam debat yang lalu." Paparnya.

Budi juga menambahkan bahwa pada Oktober lalu, sebenarnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 18 Tahun 2023 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang dan Sukuk Berlandaskan Keberlanjutan.

Menurut Budi Endarto yang juga merupakan Pakar Hukum Pasar Modal di FH UWP, Peraturan OJK tersebut melahikan bentuk efek baru di Pasar Modal seperti green bond, social bond, sustainability bond dan efek lainnya. Ia berpendapat hal tersebut seharusnya juga dibahas sekaligus memperkenalkan kepada masyarakat dan dapat dijadikan skema diluar APBN.

"Mudah-mudahan debat yang lalu menjadi evaluasi bagi KPU untuk penyelenggaraan debat terakhir mendatang." Tandasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun