Bila merujuk pada PP Nomor 1 Tahun 2018 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik, bantuan yang diberikan negara kepada kepada Partai Politik tingkat Pusat yang mendapatkan kursi di DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota masing-masing Rp1.000,00/suara (seribu rupiah per suara sah), Rp1.200,00/suara (seribu dua ratus per suara sah) dan Rp1.500,00 (seribu lima ratus per suara sah).
Namun berdasarkan PP Nomor 1 Tahun 2018 tersebut, ditekankan bahwa bantuan keuangan kepada Partai Politik diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota Partai Politik dan masyarakat.Â
Di samping itu, PP tersebut memperbolehkan partai politik menggunakan bantuan tersebut untuk operasional sekretariat partai politik, namun yang perlu ditekankan ialah tidak boleh mengesampingkan bahkan meninggalkan terkait pendidikan politik. Terlebih partai politik juga harus melaporkan pertanggungjawaban anggaran mereka kepada negara, dalam hal ini diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Namun sejumlah partai politik menilai nilai bantuan tersebut kurang, bila dibandingkan pengeluaran partai politik tersebut.Â
Bila disimulasikan pada Pemilu DPR lalu, partai pemenang yakni PDI-P memperoleh bantuan sebesar Rp27.503.961.000,00 atau sekitar Rp27M. Bandingkan dengan pengeluaran PDI-P pada Pemilu 2019 sebesar Rp 345,02 M. Oleh sebab itu, wajar saja bila sejumlah elit politik mendesak agar nilai bantuan dari negara dinaikkan.
Menaikkan Bantuan Negara atau Menekan Biaya Politik?
Menjelang Pemilu 2024 mendatang, isu terkait pembiayaan partai politik kembali menyeruak. Lantas apa plus minus bila bantuan bagi partai politik dinaikkan?
Dari sisi plus atau positifnya, bantuan yang besar akan sangat membantu partai politik dalam operasionalnya. Terlebih di tahun politik seperti 2023 dan 2024 ini.
Namun dari sisi minus atau negatifnya, pertama ialah bantuan partai politik yang besar tentu akan menambah APBN maupun APBD. Terlebih Indonesia saat ini masih dalam masa pemulihan ekonomi pasca COVID-19.
Kedua, apabila partai politik diberikan bantuan besar, bahkan mendekati 100%, dikhawatirkan justru mengganggu independensi partai politik itu sendiri. Sebab bila keuangan partai politik sepenuhnya ditopang oleh negara, maka negara sebagai pemberi subsidi bagi partai politik tersebut bisa melakukan apapun atas nama negara semata, seperti partai politik diminta mendukung program penguasa sekarang, bila tidak, maka akan mempengaruhi bantuan partai politik. Sehingga hal tersebut berpotensi menimbulkan demokrasi yang tidak sehat.