Mohon tunggu...
Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama
Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama Mohon Tunggu... -

Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama (fikri)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tiga

13 Agustus 2010   16:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:04 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pawestri pulang ke rumah dalam keadaan letih. Kakinya lunglai. Betisnya membengkak. Transjakarta hari ini tidak bersahabat. Jalur diserobot motor, isinya tak berkurang-kurang. Ia berdiri dua jam setengah dari depan gedung Departemen Pertanian hingga ke Senen.

Buana masih di kampus pukul lima sore. Dia lupa ada tugas harus dikumpulkan hari ini. Harusnya dikumpulkan tadi di kuliah jam satu. Tapi untung ketua kelasnya bisa diajak kompromi. Cuma ada dua orang yang dia tahu di kelas mata kuliah sialan ini.  Yang satu adalah mahasiswi pintar naif yang mana mau dicontek hasil kerjanya, yang satu lagi setali tiga uang dengan Buana. Tidak mengerjakan tugas. Nasib mengulang mata kuliah tingkat dua di semester tingkat empat.

 Matahari sudah tidak tampak ia baru pulang. Belum juga ia rebahkan diri di kursi ruang tamu, Ibu sudah menyuruhnya mencuci piring. Pawestri sewot. Lalu bergegas menuju kamar dan membanting pintunya. Ibu geleng - geleng. Pawestri duduk di tepi ranjang. Mengurut lutut hingga mata kaki. Uratnya menonjol. Badannya bau keringat. Ia nyalakan kipas dan melepas kemeja basahnya. Ia tertidur tanpa sempat melepas BH-nya.

Pukul enam lewat sepuluh. Buana memaki ketua kelas tolol. Tugas kuliah yang membuatnya bolak balik perpustakaan - laboratorium komputer  untuk mengetik dan mencetak tugasnya ternyata masih bisa dikumpulkan lusa. Pulang di jam jam ini sama saja bunuh diri. Buana memilih mencari rental game online. Menghadiahi diri dengan permainan digital dunia maya barang satu jam dua jam terdengar menyenangkan. Ibunya pasti akan mengomel kalau dia pulang malam lagi. Tapi itu sudah biasa, Buana memantapkan arah bergabung bersama gamer-gamer lain menuju dunia imaji.

Akhirnya Ibu yang mencuci piring. Punya anak gadis tapi tak mengurangi beban rumah tangga pikirnya. Ibu mencuci piring sambil jongkok dan mengomel. Busa sabun colek di pelipis kirinya tak sempat ia seka. Pawestri telentang di atas kapuk. Minggu depan Ia mengikuti ujian masuk perguruan tinggi swasta di daerah Grogol. Ia tahu harus masuk sepuluh teratas atau Ibu tak mampu membayar uang pagar. Walaupun rencana masuk sana hanya cadangan, tapi bukan berarti ia tak bersungguh-sungguh. Dia menganggap sebagai latihan untuk ujian seleksi penerimaan mahasiswa baru. Tapi kini dia sedang berlari kencang di padang rumput dikejar tentara pemberontak.

Jam sepuluh malam Buana baru sampai rumah. Tidak ada omel-omel ibunya karena kata pembantu hari ini ibu tidak enak badan, tidur cepat. Buana mandi setelah itu makan malam seadanya dan setelah itu menyalakan segera komputer jinjingnya. Matanya masih belum mengantuk. Jarinya terus bermain dengan tuts alfabet sampai akhirnya jatuh tertidur pukul tiga pagi. Hari Rabu selesai sampai di sini.

 --------------------

*ini dua

**dilanjutkan kalau SBY tidak curhat melulu.

[jogJakarta. 13 Agustus 2010. 11:20 PM. JS]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun