Dinding tak bersalah menjadi samsak gorila. Kasihan. Gorila dan beruang sawah berantem akibat si beruang membaca isi pesan dalam ponsel gorila. Isi pesan dari perempuan lain yang dianggap beruang sawah mempunyai tendensi perselingkuhan. Situ yang cemburu, saya yang tidak bisa tidur siang, dan dinding jadi korban.
Bukan hanya panci yang menjadi instrumen perkelahian. Kadang - kadang helm. Saya pernah mendengar kalau si beruang menjerit kesakitan dan menangis setelah dilempar helm. Saya tahu kalau yang dilempar helm dari bunyinya. Suara khas yang ditimbulkan kalau helm jatuh. Suara si beruang lagi - lagi sampai kamar saya.
"Asuuu, aku ojo dibalangi helm toh. Loro awakku, suuu! Bajingaaaaaaaaaan!"
Saya memilih mengungsi dari ledakan vulkanik sesaat tersebut.
Saya masih ingat ketika bulan puasa tahun lalu. Mereka berantem hebat, lagi. Saya dan teman kost baru balik dari makan sahur. Terdengar bunyi ribut yang tak asing. Beberapa menit kemudian si beruang menangis sambil berlari kecil menuju motornya yang diparkir. Lagi - lagi karena helm mengenai kepalanya. Beruang sawah menghidupkan motornya dan bergerak meninggalkan pagar bangunan kost. Malah terlihat seperti atraksi. Beruang sawah menangis sambil naek motor.
Saya kembali ke kamar setelahnya. Si gorila sedang berisik, ia marah - marah di telepon.
"Awas, nek kowe koyo ngono, aku ra gelem karo kowe!"
"Kowe ra oleh rene meneh!"
"Iyoo kowe yo cen bajingan og, asuuu!"
Setengah jam, polusi suara berakhir. Saya tidur. Saya pikir mereka putus hubungan dan hidup saya akan tentram. Tanpa bising dari kamar depan. Ah bahagianya. Sepintas gambar pemandangan kebun bunga berwarna - warni dan kupu - kupu mungil terbang mencari madu. Sungai mengalir tenang, cahaya matahari memantul menyilaukan mata. Perempuan - perempuan sedang mandi sambil bercanda. Saya tidur nyenyak hari itu.
***