Temen - temen kost gw langsung menjauh. Berkumpul di depan kamar Mas Gatot.
"Gila! Yang imannya kuat aja ngeliat Yani kelojotan apalagi kita. Liat aja, udah pake baju transparan gitu, belahan dada ama kancut kemana - mana"
Sertamerta diamini oleh yang lain, "amiiiiiinnn"
Yani masih berontak, salah satu dari anak masjid menghubungi rekannya. Mereka tak tahan syahwat karena akhwat. Mereka memanggil teman sejawatnya yang lawan jenis. Agar lebih leluasa dalam mekanisme pengeluaran energy gaib dari tubuh Yani. Beberapa lama kemudian, datang lagi empat muslimahwati. Mereka langsung meminta rambut si Yani dikuncir. Katanya kalau rambut tergerai setan akan susah keluar dari raga Yani. Absurd. Terpaksa kuncir rambut gw serahkan. Ergh!
Mereka mengaji dengan suara lantang dan berusaha mengeluarkan roh yang katanya kuntilanak di depan kost.
Tiba - tiba, Mas Gatot memanggil salah satu dari kami. Mukanya gusar. Keringat menetes deras. Yang dipanggil langsung saja menghampiri.
"Hey! Sini!"
Mas Gatot berbicara terengah sambil mengeluarkan selembar limapuluh ribuan dari dalam dompetnya. Gw pikir duit itu bakal semacam infaq kepada komplotan remaja masjid tersebut. Dalam hati gw berpikir dermawan banget ini orang. Baik hati walau kelakuan agak minus. Tapi kalimat selanjutnya tak pernah terbayang di otak gw.
"Aku capek banget megangin Yani. Badanku pegel semua. Sejam megangin. Dia berontak terus mukul - mukulin aku. Nih, duit! Sana beli anggur. Aku mau minum!"
Gw ngakak di tempat.
Yani akhirnya bisa reda. Ia tak histeris lagi. Empat muslimahwati tadi pamit. Muslimahwan belum. Mereka mengumpulkan anak kost di depan bangunan kost.. Kita berkumpul di atas tikar yang sudah tergelar tidak rapi di halaman parkir.