Revolusi digital telah membuka pintu bagi terobosan besar dalam tata kelola tanah, menggugat status quo yang ada dan membawa perubahan yang mendalam dalam cara kita memandang dan mengelola kepemilikan tanah.
Tradisionalnya, tata kelola tanah seringkali melibatkan proses yang lambat, birokratis, dan rentan terhadap sengketa. Namun, dengan masuknya teknologi, terutama melalui transformasi digital, kita telah menyaksikan perubahan yang mengesankan. Sistem pendaftaran tanah yang berbasis digital memberikan kemungkinan untuk meningkatkan transparansi, akurasi, dan efisiensi dalam pengelolaan kepemilikan tanah.
Revolusi ini juga mencakup pergeseran paradigma dari proses manual yang rentan terhadap kesalahan manusia menjadi sistem yang lebih terotomatisasi dan terpadu. Integrasi teknologi seperti blockchain telah membawa dampak signifikan dengan memberikan keamanan yang lebih tinggi pada catatan kepemilikan tanah serta mengurangi kemungkinan konflik yang disebabkan oleh ketidakpercayaan terhadap data.
Di Indonesia, regulasi yang mengatur kepemilikan dan pengelolaan tanah termasuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) yang telah mengalami sejumlah amendemen sejak saat itu.
Pada tahun-tahun terkini, pemerintah Indonesia telah aktif dalam mengembangkan sistem pendaftaran tanah berbasis digital. Salah satu upaya utama adalah melalui program reformasi agraria yang mencakup modernisasi dalam pengelolaan kepemilikan tanah. Meskipun secara spesifik aturan yang mengatur pendaftaran tanah secara digital masih terus berkembang, ada beberapa langkah konkret yang telah diambil:
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah: Mengatur tentang pelaksanaan UU Pokok Agraria dan termasuk dalam upaya mengembangkan sistem pendaftaran tanah yang lebih modern.
Inisiatif Reformasi Agraria: Berbagai inisiatif reformasi agraria telah diluncurkan untuk memperbarui sistem dan mempercepat proses pendaftaran tanah. Termasuk di dalamnya adalah upaya untuk beralih ke sistem pendaftaran tanah yang berbasis digital.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Tanah: Menegaskan pentingnya pendaftaran tanah sebagai dasar bagi hak kepemilikan tanah yang sah dan mengindikasikan kemungkinan adopsi teknologi dalam pendaftaran tanah.
Namun, ada tantangan yang harus diatasi dalam menerapkan revolusi digital ini dalam tata kelola tanah. Selain masalah infrastruktur teknologi, ada juga kekhawatiran tentang kesenjangan digital yang dapat meninggalkan sebagian masyarakat tertinggal dalam akses dan pemahaman terhadap sistem baru ini. Perlindungan data dan privasi juga menjadi perhatian yang sangat penting dalam mengelola informasi kepemilikan tanah yang sensitif.
Menggugat status quo dalam tata kelola tanah melalui revolusi digital membutuhkan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan dan pelatihan tentang teknologi ini penting agar masyarakat dapat memahami manfaatnya dan terlibat secara efektif dalam sistem yang baru.
Dalam kesimpulannya, revolusi digital dalam tata kelola tanah telah membawa perubahan yang signifikan. Namun, perlu upaya terus-menerus untuk mengatasi tantangan teknis, memastikan inklusi bagi semua lapisan masyarakat, serta menegakkan standar keamanan dan privasi data yang tinggi. Dengan melanjutkan langkah ini, kita dapat menciptakan sistem tata kelola tanah yang lebih adil, transparan, dan efisien bagi masa depan.