|Sabtu, 17 April 2010|
B
agi Anda penggemar mie ayam, sempatkanlah mampir untuk mencicipi cita rasa mie ayam dari warung makan kaki lima Mie Bandung. Lokasinya terletak di tepi jalan jalan RM Said, Surakarta. Di siang hari, tempat ini ramai dikunjungi orang-orang yang beristirahat untuk makan siang atau sekedar mencicipi rasa istimewa mie ayam ini,
Mie Bandung hanya menjual satu macam menu yaitu mie ayam. Namun jangan salah, meski hanya mie, warung ini sangat ramai di siang hari. Selain rasanya enak, harganya sangat murah. Cukup dengan merogoh kocek Rp 4.000-Rp 4.500 Anda bisa menikmati semangkuk Mie Bandung nan lezat.
Warung ini buka pagi hingga sore hari. Saking penuhnya, Anda terkadang harus menunggu sejenak untuk bisa duduk menikmati sajian. Atau jika Anda tidak sabar, Anda bisa membawa pulang pesanan Anda.
Mie Bandung menyediakan 3 pilihan mie, yakni mie ayam, mie pangsit dan mie komplit. Mie pangsit dengan harga Rp 4.500,00, berisi mie dengan taburan daun bawang dan potongan ayam, ditambah dengan semangkuk pangsit dengan kuahnya. Rasanya selain gurih dan segar juga jadi istimewa dengan tambahan minyak ikan. Giyono (42), pemilik warung Mie Bandung mengaku keistimewaan mie ayamnya terletak pada penggunaan minyak ikan. “Namanya Mie Bandung ya pakai minyak ikan, itu ciri khasnya”, ujar Giyono sambil melayani para pelanggan.
Meski bukan malam Minggu atau malam hari libur lainnya, tetapi pengunjung warung cukup banyak. Tentu saja jumlah pengunjungnya akan meningkat saat libur akhir pekan atau hari besar. Menurut Giyono, memang hampir setiap hari warungnya dipenuhi pengunjung selama jam buka dari pukul 11.00-21.00. Dalam sehari, ia bisa menjual 150 mangkuk mie ayam. Itu setara dengan 20 kg mie basah serta 2 kg pangsit dan bakso. ”Alhamdulillah, laba bersih yang didapat rata-rata Rp 2.000.000,00 per bulan,” ungkapnya.
Rasa mie-nya tak jauh beda dengan mie ayam lainnya, juga kuah dari pangsitnya, segar dan gurih. Tambahan minyak ikan menambah sentuhan asin dan sedap. Terlebih, harganya yang murah, membuat para konsumen ‘kangen’ untuk datang lagi. Seperti yang diungkapkan Adi (21), mahasiswa semester 8 ini mengaku selalu mengajak kawan-kawannya untuk datang ketika waktu makan siang. “ Rasa dan harganya cocok untuk kantong mahasiswa”, ujarnya.
Di Mie Bandung, yang sudah buka sejak 1998, selain minyak ikan yang sudah dicampurkan dalam mie sesuai porsi, Giyono juga menyediakan minyak ikan tambahan di meja bagi pembeli yang menginginkan rasa gurih minyak ikan yang lebih.
Sebelum tahun 1998, Giyono berjualan dengan grobak berkeliling kampung. Kini, meski ia telah memiliki warung tetap, Giyono masih menjaga sendiri warungnya. Giliran jaga di warung tersebut dibagi dengan istrinya. ”Saya dapat jatah jaga dari pukul 11 siang sampai 5 sore,” tutur Giyono, yang mempekerjakan 4 karyawan di Mie Bandung.
Mie Bandung membuka cabang di Pasar Nusukan dan Jl. RM Said 57 yang dikelola oleh keluarganya sendiri. Giyono juga berencana membuka cabang di belakang kampus Universitas Sebelas Maret, namun masih terhalang pada masalah pengelola. “Tempat, uang sudah ada. Tinggal mencari orang yang bisa dipercaya untuk mengelolanya. Jaman sekarang susah cari orang yang bisa dipercaya”, ujar Giyono sambil tertawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H