Mohon tunggu...
Fikri Ahmad Faadhilah
Fikri Ahmad Faadhilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Newbie

Nama: Fikri Ahmad Faadhilah Pendidikan: mahasiswa Institusi pendidikan: UIN Prof KH Saifuddin Zuhri Purwokerto Kelompok : PPL FEBI UIN SAIZU BLUD BATURADEN 2024

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Merdeka Belajar pada Era 5.0 Benarkan Membebaskan atau Membingungkan Guru?

8 Juni 2024   18:00 Diperbarui: 8 Juni 2024   18:02 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

endidikan merupakan pilar utama dalam kemajuan suatu bangsa. Kualitas pendidikan yang baik akan menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan mampu bersaing di era globalisasi. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah Indonesia telah meluncurkan program "$ Merdeka Belajar$ ". Merdeka belajar telah diterapkan pada negara tercinta kita, dimulai dari SD hingga SMA telah merasakan kurikulum yang dibuat oleh pemerintah. Program ini bertujuan untuk memberikan kebebasan yang lebih besar kepada sekolah dan guru dalam mengelola pembelajaran. Namun, implementasi program Merdeka Belajar telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan pendidik. Ada yang berpendapat bahwa program ini benar-benar membebaskan guru dan memberikan ruang kreativitas dalam mengajar. Sementara itu, ada pula yang berpendapat bahwa program ini justru membingungkan guru dan membuat mereka kehilangan arah dalam mengajar.

Membandingkan pendidikan di Indonesia dengan negara-negara lain di seluruh dunia, masih jauh dari harapan. Penelitian dari (Yoesdiarti et al., 2022) menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia di tingkat internasional masih cukup rendah. Pada tahun 2018, survei Program untuk $ Penilaian Siswa Internasional$  (PISA) dari OECD menemukan bahwa 60 persen siswa Indonesia mendapat nilai di bawah standar minimum di bidang sains dan 71 persen di bidang matematika. Pemahaman membaca dan keterampilan dasar lainnya masih sering diajarkan di sekolah-sekolah, dan kemampuan berpikir kritis dan interpretasi masih kurang. Selain itu, masalah kehilangan waktu belajar juga disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama dua hingga tiga tahun terakhir di Indonesia. Anak-anak tidak lagi banyak belajar, dan bahkan minat dan semangat belajar mereka telah berkurang. Skenario ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami krisis pembelajaran.

Terlepas kita sudah melewati pandemi covid 19, masih saja tidak ada progress yang bisa lebih dominan daripada sebelum pandemi. Padahal, adanya kurikulum merdeka belajar ini membuat penilaian terutama difokuskan pada pengamatan pertumbuhan individu dari waktu ke waktu karena guru bebas memilih sumber belajar yang berbeda berdasarkan kebutuhan dan pertumbuhan siswa mereka daripada dibatasi oleh Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Untuk mendorong siswa agar lebih aktif dan terlibat dalam pendidikan mereka, terutama melalui pembelajaran berbasis proyek, kurikulum ini juga dimaksudkan agar mudah dipahami dan disesuaikan. Ditambah dengan, peran guru dalam konsep kurikulum yaitu sebagai fasilitator pembelajaran dimana hal tersebut dapat didukung oleh kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang refleksinya dalam kebisaaan berfikir dan bertindak yang tercangkup dalam kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian, dan sosial. Konsep belajar yang aktif, inovatif dan nyaman harus mampu mewujudkan peserta didik sesuai dengan kebutuhan zaman terutama di era sekarang ini

Inti dari Merdeka Belajar ialah kemerdekaan berpikir bagi pendidik dan peserta didik. Merdeka belajar mendorong terbentuknya karakter jiwa merdeka di mana pendidik dan peserta didik dapat secara leluasa dan menyenangkan mengeksplorasi pengetahuan, sikap dan keterampilan dari lingkungan (Daga, 2021).

Tetapi itu semua hanyalah angin lembut yang datang awalnya saja lembut, setelahnya membuat orang masuk angin. Bagaimana tidak?

Pada sekolah yang dikiranya paling maju yakni di daerah Jabodetabek, Surabaya, Semarang, Jogjakarta, dan diwilayah yang lain, memiliki karakteristik masalah yang sama. Yakni, pada kemampuan gurunya itu sendiri yang amat sangat jauh dari harapan merdeka belajar. Ditambah dengan kegagalan orang tua dalam mendidik anaknya secara pasti. Membuat si buah kecil yang sedang bersekolah pun jadi terhambat.

Tidak hanya itu, Rendahnya budaya literasi kita mungkin menjadi salah satu penyebabnya. Saat ini, membaca belumlah menjadi sebuah tradisi bagi banyak orang di negeri ini, tak terkecuali para guru. Maka sesungguhnya, sebelum mengubah kurikulum, pemerintah seharusnya terlebih dulu mengatasi masalah pelik ini. Sebab satu hal yang perlu kita sadari, kemampuan seseorang mengubah mindset-nya tak terlepas dari tingkat literasi seseorang.

SMA Negeri 3 Kota Sungai Penuh merupakan salah satu sekolah yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar. Kurikulum ini diimplementasikan secara bertahap, dimulai dari kelas X, atau Fase E. Para guru menghadapi berbagai tantangan ketika menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar. Salah satu masalah utama adalah banyaknya guru yang tidak memiliki pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan kurikulum mandiri. Guru masih menggunakan metode pembelajaran berbasis ceramah atau penugasan, yang membuat pembelajaran menjadi lebih monoton; mereka dibatasi oleh pasokan bahan ajar yang terbatas dari pusat; mereka tidak memiliki pengalaman dengan konsep Kurikulum Merdeka Belajar; mereka memiliki referensi yang terbatas.

Sehingga menyulitkan mereka dalam merancang dan mengimplementasikan pembelajaran mandiri; serta mereka memiliki masalah dengan penilaian diagnostik dan formatif, dan dalam membangun dan memperkuat Profil Siswa Pancasila, serta dalam format penilaian sumatif, yang masih dibuat secara manual karena belum ada format yang disediakan dari pusat.

Tidak hanya itu saja, penelitian yang dilakukan oleh Mei Nur Rusmiati, dkk (2023), yang berjudul “Analisis Problematika Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Dasar” hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kurikulum merdeka di sekolah dasar mengalami berbagai problematika, salah satunya ialah kurangnya tingkat pemahaman guru dalam menyusun RPP merdeka belajar. Selain itu, kurangnya inovasi guru dalam mengajar juga menjadi hambatan tersendiri dalam menerapkan kurikulum merdeka belajar. Bahkan, bahan ajarnya yang masih sangat minim, serta pengetahuan dan penilaian tentang kurikulum merdeka masih sangat kurang

Menurut opini penulis yang sudah disinggung diawal, guru seharusnya memiliki kebebasan untuk berpikir dan bertindak untuk menerapkan pembelajaran demi kepentingan terbaik bagi para siswanya, sehingga kepribadian, minat, keterampilan, dan potensi siswa yang beragam dapat berkembang secara maksimal. Serta perlu juga untuk mengembangkan kemampuan dirinya dalam mengikuti beberapa diklat, seminar, workshop, guna kemampuan dirinya dalam menjadi guru bisa berdampak baik untuk siswanya. Sekali lagi, langkah pertama pemerintah dalam menerapkan Kurikulum Merdeka adalah membantu para guru untuk melepaskan keyakinan dan perspektif mereka yang sudah ketinggalan zaman. Dengan demikian, Kurikulum Merdeka dapat diterapkan dengan benar. Jika tidak demikian, Kurikulum Merdeka mungkin hanya akan menjadi sebuah perubahan nama saja. Di dalam kelas, metode pengajaran dan pembelajaran masih tetap sama dan tidak banyak yang berubah. Terlebah, bahan-bahan ajaran yang menunjang belajar perlu diperbanyak. Supaya tidak terjadi namanya kebingungan dalam implementasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun