Mohon tunggu...
Fikri abdul Majid
Fikri abdul Majid Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Pembisnis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kolusi, Korusi, dan Nepotisme di Era Jokowi

28 Oktober 2024   22:15 Diperbarui: 28 Oktober 2024   22:15 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) merupakan isu yang terus menjadi sorotan di Indonesia, termasuk pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Meskipun Jokowi dikenal dengan citra sederhana dan tekadnya untuk memberantas KKN, tantangan dalam mengatasi praktik-praktik ini masih sangat besar. Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana perkembangan KKN di era Jokowi, upaya pemerintah dalam memberantasnya, serta tantangan-tantangan yang dihadapi.
Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme bukanlah masalah baru di Indonesia. Praktik-praktik ini sudah ada sejak era Orde Baru dan menjadi bagian dari birokrasi pemerintahan yang sulit dihapuskan. Korupsi mengacu pada penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, kolusi adalah kerjasama ilegal antara pejabat dengan pihak lain untuk mendapatkan keuntungan, sementara nepotisme merujuk pada pemberian jabatan kepada keluarga atau teman dekat tanpa memandang kompetensi.

Setelah jatuhnya rezim Orde Baru, reformasi tahun 1998 membawa semangat baru untuk memberantas KKN di Indonesia. Berbagai lembaga antikorupsi, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dibentuk untuk mengawasi jalannya pemerintahan yang bersih. Namun, seiring berjalannya waktu, praktik KKN terus berkembang dan beradaptasi dengan situasi politik dan ekonomi yang ada.
Sejak terpilih menjadi Presiden pada tahun 2014, Jokowi menekankan komitmennya untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan. Beberapa langkah yang diambil oleh pemerintahan Jokowi dalam memerangi KKN meliputi reformasi birokrasi, digitalisasi layanan publik, dan penguatan lembaga antikorupsi.
- Reformasi Birokrasi: Jokowi terus mendorong reformasi di berbagai sektor pemerintahan, dengan harapan dapat mengurangi ruang gerak praktik korupsi. Salah satu kebijakan yang diambil adalah penyederhanaan perizinan melalui program *Online Single Submission* (OSS), yang bertujuan untuk mempermudah proses perizinan dan mengurangi interaksi langsung antara pejabat dengan masyarakat atau pengusaha. Hal ini diharapkan dapat mengurangi peluang terjadinya kolusi dan suap.
- Digitalisasi Layanan Publik: Pemerintah juga mengembangkan digitalisasi di berbagai sektor, seperti e-budgeting dan e-procurement. Melalui penggunaan teknologi ini, transparansi dalam pengelolaan anggaran dapat lebih mudah diawasi, sehingga mengurangi potensi terjadinya korupsi.
- Penguatan KPK: Di awal pemerintahannya, Jokowi menekankan pentingnya dukungan terhadap KPK sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi. Beberapa kali ia memberikan dukungan moral kepada KPK dalam menangani kasus-kasus besar. Namun, komitmen ini dipertanyakan ketika revisi UU KPK pada tahun 2019 disahkan oleh DPR dan pemerintah, yang dinilai oleh banyak pihak sebagai upaya untuk melemahkan KPK.
Sejak Joko Widodo (Jokowi) menjabat sebagai presiden, isu pemberantasan korupsi menjadi perbincangan yang hangat di Indonesia. Awalnya, banyak harapan bahwa 

Jokowi akan memperkuat upaya ini, mengingat citranya sebagai pemimpin yang sederhana dan bersih. Namun, dalam perjalanannya, berbagai kebijakan dan keputusan yang diambil justru menimbulkan kesan bahwa upaya melawan korupsi di era Jokowi semakin melemah. Berikut adalah beberapa hal yang menjadi sorotan dalam isu ini, seperti revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi, dan peran KPK yang semakin terbatas.
Pada 2019, revisi UU KPK menjadi perbincangan yang sangat kontroversial. DPR dan pemerintah menyetujui perubahan UU ini meskipun mendapat protes besar dari berbagai elemen masyarakat. Revisi ini dianggap banyak pihak sebagai langkah yang melemahkan KPK, karena ada beberapa perubahan yang menghambat kinerja lembaga tersebut.Salah satunya yaitu Revisi UU juga membatasi kemampuan KPK dalam melakukan penyidikan, termasuk penyadapan dan penyitaan barang bukti. Hal ini membuat KPK tidak lagi leluasa dalam mengungkap kasus-kasus korupsi besar. Akibatnya, efektivitas KPK dalam menangani kasus besar semakin menurun.
Menghapus KKN dalam pemerintahan bukanlah hal yang mudah, dan ada sejumlah tantangan yang dihadapi oleh pemerintahan Jokowi dalam mencapai tujuan ini:
- Korupsi telah menjadi bagian dari budaya birokrasi di Indonesia selama bertahun-tahun. Sistem birokrasi yang berbelit dan lemahnya pengawasan di tingkat daerah memudahkan terjadinya penyalahgunaan wewenang. Meskipun ada upaya digitalisasi dan pengawasan, korupsi tetap sulit diberantas sepenuhnya karena sistem ini sudah mengakar kuat.
- Pemberantasan KKN sering kali berhadapan dengan kepentingan politik yang kompleks. Pemerintah perlu menjaga dukungan dari partai politik dan para pemangku kepentingan, yang terkadang memiliki agenda berbeda dalam hal pemberantasan korupsi. Kepentingan-kepentingan ini dapat menjadi hambatan dalam penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku korupsi.
-  Selain KPK, lembaga-lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan Agung dan Kepolisian memiliki peran penting dalam pemberantasan KKN. Namun, keterlibatan beberapa oknum dalam praktik korupsi juga mengurangi efektivitas penegakan hukum. Belum lagi adanya tumpang tindih kewenangan yang sering kali menghambat penyelesaian kasus korupsi secara cepat dan tuntas.
Di tengah berbagai tantangan ini, masyarakat masih berharap agar pemerintah, khususnya Presiden Jokowi, dapat memperkuat komitmennya dalam memberantas KKN. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperkuat upaya pemberantasan KKN di masa depan dengan cara Pemerintah perlu mendukung penuh upaya KPK dalam menjalankan tugasnya tanpa adanya intervensi politik. KPK perlu diberikan kewenangan yang memadai untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus-kasus besar, serta mendapatkan dukungan anggaran yang cukup untuk menjalankan tugasnya, Pendidikan antikorupsi harus ditanamkan sejak dini, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi akan bahaya korupsi cenderung lebih kritis dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan menolak praktik-praktik KKN, Media dan organisasi masyarakat sipil memiliki peran penting dalam mengawasi dan mengungkap praktik-praktik korupsi. Dan juga Pemerintah perlu memberikan ruang kebebasan yang lebih luas bagi media untuk menjalankan fungsi kontrol sosialnya, serta mendukung peran masyarakat sipil dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas pemerintah.Dengan berbagai tantangan ini, masyarakat masih berharap agar pemerintah bisa kembali menunjukkan keseriusannya dalam memberantas korupsi. Untuk itu, ada beberapa langkah yang dengan cara Pemerintah perlu memberikan kembali kewenangan KPK yang diambil melalui revisi UU, agar lembaga ini bisa bekerja dengan lebih mandiri dan tegas. Dengan begitu, KPK bisa kembali menjadi lembaga yang kuat dalam memberantas korupsi di Indonesia, Dukungan dari masyarakat sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi. Pemerintah perlu memberikan ruang lebih bagi organisasi masyarakat dan media untuk mengawasi kinerja pemerintah tanpa ada tekanan atau intimidasi, Proses hukum terhadap pelaku korupsi harus dilakukan secara transparan dan adil, tanpa pandang bulu. Hukuman yang diberikan harus memberikan efek jera sehingga tidak ada lagi pejabat yang berani menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk kepentingan pribadi.

Kesimpulan yang dapat kita ambil yaitu Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme tetap menjadi tantangan besar bagi Indonesia di era pemerintahan Jokowi. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, seperti reformasi birokrasi dan digitalisasi layanan publik, tantangan yang dihadapi masih sangat besar, terutama dalam menghadapi kepentingan politik dan budaya korupsi yang mengakar. Masyarakat berharap agar pemerintah dapat terus menunjukkan komitmen nyata dalam memberantas KKN dan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dan Pemberantasan korupsi di era Jokowi memang menghadapi banyak tantangan dan dianggap melemah dibandingkan sebelumnya. Revisi UU KPK, penanganan kasus-kasus besar yang kurang memuaskan, serta tekanan terhadap masyarakat sipil menjadi bukti bahwa masih banyak hal yang harus dibenahi. Meski begitu, masih ada harapan bahwa dengan kebijakan yang tepat dan dukungan dari masyarakat, Indonesia bisa kembali memperkuat upaya melawan korupsi.Jalan menuju Indonesia yang bersih dari korupsi memang panjang, namun dengan komitmen politik yang kuat dan peran aktif dari masyarakat, impian itu bukanlah hal yang mustahil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun