Bolaang mongondow sebagai wilayah terbesar 54.5% di sulut harusnya sudah bisa memisahkan diri provinsi sulawesi utara, dengan wilayah terbesar, bolaang mongondow punya segalanya baik dari SDA dan SDM punya, tetapi hari ini masih nihil yang terjadi, dekonstruksi 1987 yang derrida katakan adalah hal yang harus di aktualisasikan (penerapan).
Dekonstruksi berasal dari pemikiran heidegger "destruksi" adalah perubahan dalam melihat sesuatu dengan objektif, namun hari ini masih utuh konstruksi yg terbangun. Sedikit merefleksikan sejarah bolaang mongondow, Nama Bolaang Mongondow berasal dari kata "bolango" atau "balangon" yang berarti laut.Â
Bolaang atau golaang dapat pula berarti menjadi terang atau terbuka dan tidak gelap, sedangkan Mongondow dari kata "Momondow" yang berarti berseru tanda kemenangan.
Desa bolaang terletak di tepi pantai utara yang pada abad 17 sampai akhir abad 19 menjadi tempat kedudukan istana raja, sedangkan desa mongondow terletak sekitar 2 km selatan kotamobagu. Daerah pedalaman sering disebut dengan "rata mongondow".Â
Dengan bersatunya seluruh kelompok masyarakat yang tersebar, baik yang berdiam di pesisir pantai maupun yang berada di pedalaman Mongondow di bawah pemerintahan Raja Tadohe, maka daerah ini dinamakan Bolaang Mongondow.Â
Setiap kelompok keluarga dari satu keturunan di pimpin oleh seorang Bogani (laki-laki atau perempuan) yang dipilih dari anggota kelompok dengan persayaratan : memiliki kemampuan fisik (kuat), berani, bijaksana, cerdas, serta mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan kelompok dan keselamatan dari gangguan musuh.Â
Sejak 2007 dimekarkan oleh bupati bolaang mongondow pada saat itu, bunda Hj. Marlina moha siahaan menjadikan 4 kabupaten dan 1 kota (bolmong, boltim, bolmut, bolsel, kota kotamobagu) daerah yang dimekarkan pertama adalah kota kotamobagu (paloko kinalang) pada tgl 27 juli 2007, kemudian berlanjut daerah-daerah lainnya. Bagi penulis itu adalah sebuah kehormatan dan harus dihargai oleh masyarakat BMR.
Pertama penulis ingin menjelaskan hal yang bagi penulis kita harus memahami hal tersebut.
1. Dari sejarah bolaang mongondow yang penulis refleksikan di atas kita harus pahami bahwa BMR (khususnya masyarakat) memahami bahwa akan pentingnya pemekaran dari P-BMR agar tidak terhegemoni oleh kepentingan segelintir elitis.
2. Bmr punya wilayah terbesar di sulut 54,5% dan itu harus disadari bersama. 3. Masyarakat harus sadar akan pentingnya memahami kondisi serta polemik yang terjadi di daerah.Â
Bagi penulis, masyarakat hari ini masih enak tidur dan tidak sadar akan hegemoni politik yang diterapkan, menggunakan produksi (politik) sebagai pemuas kepada konsumen (masyarakat) atau dengan kata lain alibih politik membuat kesejukan di mata dimasyarakat, dan Masyarakat sendiri itupun nyaman dengan konsepsi hegemoni itu. Politik pecah belah bambu yang sengaja di produksikan oleh elitis membuat masyarakat nyaman.
Hegemoni adalah pendominasian atau dengan kata lain hegemoni adalah hasrat dalam menggenggam sesuatu, dan mengeksploitasi kemerdekaan rakyat kecil. Kalau kata antonio gramschi (baca: hgemoni dan negara tahun 1930) "rakyat menjadi bayi yang selalu mendengarkan dongeng di tengah malam" hal itu yang telah terjadi, dan menjadi budaya serta sistematis.Â
Konstruksi yang tertanam hanya untuk mereka (kelompok elit) yang mempunyai manfaat itu, di sisi lain atau faktor x tidak ada dengan definisi lain bahwa masyarakat hanya sebatas pemuas semata.Â
Bagi penulis ini sebuah kritikan kepada masyarakat bmr dan bagi penulis sendiri, hari ini tidak kebangkitan (melawan) dan membuat kedigdayaan politik praktis membudaya.Â
Hegemoni itu bisa dibatasi bahkan dihentikan dengan bergeraknya masyarakat dan elemen untuk membongkar kemunafikan para elit, gerakan yang penulis maksudkan adalah membuka paradigma masyarakat itu sendiri (inklusif) dan tidak terkontaminasi politik praktis tersebut, perubahan adalah hal mutlak untuk memajukan sebuah wilayah
Substansinya adalah membuat perubahan dengan gerakan dan membatasi konsepsi elitis pada sosialnya masyarakat misalnya : pada momen-momen politik (pilkada) masyarakat lebih dominan untuk ber-praktis pada kebutuhan primernya masyarakat, padahal di sisi lain yg perlu disadari adalah membuat momen-momen semacam itu hanya merugikan masyarakat karena yang dikatakan penulis di atas bahwa masyarakat tidak sadar akan hegemoni yang tercipta.Â
Penulis tidak melarang masyarakat untuk tidak memilih, tetapi sadarlah akan konsep hegemoni itu Penguasaan dan kekuasaan terhadap masyarakat masih utuh, via produksi politik dari elit untuk konsumen (masyarakat) yang penulis katakan di atas.Â
Belajarlah dari sejarah, sejarah adalah kebenaran mutlak dan hari ini telah bergeser hal tersebut (kebenaran), Kenapa demikian ? kesadaran akan memahami sejarah sudah tidak lagi ditanamkan pada pikiran dan etika masyarakat, sehingga yang terjadi adalah degradasi dan kemorosotan pada masyarakat dan membuat hegemoni subur.
Bagi penulis, kita perlu sadar akan tanggung jawab terhadap daerah dan harus memajukan daerah yang semestinya tak boleh diserakan kepada lain. Anak pribumi jadi penonton, dan mereka yang di enakkan ikut juga menjilati sistem yang ada. Membangun daerah adalah tanggungjawab bersama dan bergerak untuk memajukan hal itu adalah yang penulis katakan di atas sadar akan daerah maka kita mampu membangun daerah tercinta (BMR).
Di akhir tulisan kecil ini, penulis ingin sampaikan bahwa tidak ada perubahan yang nyata tanpa tindakan, di brazil kelompok minoritas mampu bangkit dan membatasi kapitalisme (baca: paolo freire pedagogy of liberty, tahun 1964) karena gerakan moral untuk mempertahankan culture/ budaya. di jerman pada saat agresi nazi 1830 kelompok minoritas juga bergerak untuk membatasi etika otoritarianisme pada saat itu. Kalau kata founding father (soekarno) "pada suatu saat indonesia akan dijajah oleh bangsanya sendiri" maka tak ada kata yang belum selesai selama ada kata perjuangan.
Sekian terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H