Partai Berkarya merasa dicurangi karena telah dinyatakan tak lolos menjadi peserta pemilu dalam tahapan verifikasi administrasi /vermin di KPU. Sehingga Partai Berkarya menggugat perdata Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, atas tidak lolosnya partai berkarya dalam proses verifikasi sebagai calon peserta Pemilu 2024. Upaya yang dilakukan partai berkarya ini  searah dengan tindakan Partai Prima.yang mana Dalam gugatan Partai Berkarya, terdapat petitum untuk menunda Pemilu 2024.
Namun yang membedakan partai Berkarya dengan partai prima, partai berkarya tak menjelaskan secara rinci berapa lama tahapan pemilu harus ditunda.Partai Berkarya turut meminta agar majelis hakim PN Jakpus menyampaikan Keputusan KPU terkait penetapan partai politik peserta Pemilu 2024 tidak berkekuatan hukum mengikat dan cacat hukum.partai berkarya juga meminta agar dimasukan sebagai peserta Pemilu 2024 dan KPU dihukum membayar kerugian mereka dengan nilai total ganti rugi Rp 240 juta.
Dalam petitumnya, Partai Berkarya meminta PN Jakpus menyatakan KPU telah melakukan PMH sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Partai berkarya juga meminta PN Jakpus menyatakan Keputusan KPU RI Nomor 518 Tahun 2022 tentang penetapan partai politik peserta Pemilu 2024 tidak berkekuatan hukum mengikat dan cacat hukum.Dalam petitum nomor empat, partai berkarya meminta PN Jakpus menghukum KPU RI agar menetapkan Partai Berkarya sebagai peserta Pemilu 2024.Â
Sedangkan dalam petitum nomor lima, Partai Berkarya meminta Pemilu 2024 ditunda.Dalam petitum yang no lima ini sudah melanggar Dasar hukum pemilihan umum karena tidak ada kondisi yang darurat untuk penundaan pemilu negara.Â
Jika melihat aturan yang tertulis dalam UU 7/2017, maka bisa dikatakan penundaan Pemilu tidak dapat dilakukan hanya karena putusan pengadilan terkait gugatan salah satu partai yang tidak lolos verifikasi.karena penundaan pemilu hanya bisa dilakukan saat situasi negara dalam kondisi luar biasa.Beberapa kondisi yang memungkinkan adalah bencana alam, atau perang. Oleh karena itu Putusan hakim tidak punya kompetensi untuk menunda pemilu, serta putusannya pun tidak punya dasar sehingga tidak bisa dilaksanakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H